Myanmar Menuju Negara Demokratis

Myanmar Menuju Negara Demokratis

      NAYPYIDAW - Penduduk Myanmar menorehkan sejarah kemarin (8/11). Pemilu secara demokratis akhirnya digelar setelah 25 tahun. Penduduk yang antusias berbondong-bondong ke lokasi pemungutan suara. Ada 30 juta penduduk yang memiliki hak pilih. Angka kehadiran pemilih cukup tinggi. Diperkirakan persentase kehadiran pemilih mencapai 80 persen.  Buktinya adalah antrian yang menjulur di berbagai tempat pemungutan suara sejak sebelum subuh.

     ‘’Saya sangat antusias hingga tangan saya bergetar. Saya takut melakukan kesalahan saat pencoblosan dan suara yang saya berikan hilang,’’ujar Kay Khine Soe, 37, salah seorang penduduk di Kawhmu. Penduduk memang merindukan perubahan atas rezim junta militer yang brutal. Karena itulah pemilu ini sangat ditunggu.

     Hingga kemarin malam proses penghitungan suara masih berlangsung. Hasil perhitungan suara baru akan keluar hari ini. Thant Zin Aung yang merupakan salah satu tokoh oposisi yakin bahwa partainya Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) bakal memenangi pemilu kali ini. Ribuan pendukung Aung San Suu Kyi berkumpul di markas NLD di kota Yangon dengan menggunakan kaos merah lambang partai. Namun Suu Kyi tak menampakkan diri. Hanya aktivis demokrasi pendukung NLD Tin Oo yang tampak.

     ‘’Saya meminta kalian untuk menunggu hasilnya di rumah. Ketika hasil  keluar, terimalah dengan tenang,’’ujarnya.

     NLD sendiri yakin jika pemilu dilakukan secara jujur dan adil maka partai mereka pasti menang telak dan mengalahkan rezim militer yang selama ini memimpin Myanmar. Namun untuk menggulingkan rezim militer tetaplah sulit. Sebab berdasarkan undang-undang yang disusun oleh junta militer, Suu Kyi tidak bisa menjadi presiden. Tokoh oposisi yang telah berusia 70 tahun ini tidak bisa memimpin Myanmar karena dua anaknya berkewarganegaraan Inggris.

     Bukan hanya itu, berdasarkan konstitusi tersebut seperempat kursi di parlemen juga harus diisi oleh militer. Jadi untuk menguasai parlemen, NLD setidaknya harus merebut dua pertiga  dari 664 kursi yang ada. Sedangkan partai penguasa  yaitu Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) hanya butuh sepertiga suara saja.

     Banyak pemilih yang bertanya-tanya bagaimana junta militer bakal bereaksi jika mereka kalah nanti. Pertanyaan tersebut langsung dijawab oleh salah satu petinggi militer di Myanmar. ’’Layaknya pemenang yang menerima hasil dari penghitungan suara, begitu juga yang akan dilakukan oleh pihak yang kalah,’’ ujar Min Aung Hlaing. Secara tidak langsung Min Aung ingin mengatakan bahwa pihak militer akan legowo jika NLD menang nanti. Dia menambahkan bahwa pasukannya akan menghargai hasil dari pemilihan ini.

     Suu Kyi sendiri memberikan hak pilihnya di Yangon. Mengunakan baju tradisional Myanmar warna merah, Suu Kyi  hanya tersenyum dan melambaikan tangan tanpa berkomentar sepatah katapun pada jurnalis dan ratusan pendukungnya yang telah menunggu di luar tempat pemungutan suara.

     Terpisah Kepala Tim Monitoring Pemilu Uni Eropa yang diterjunkan ke Myanmar Alexander Graf Lambsdorff menyatakan bahwa pada saat pemilihan berlangsung, dia tidak melihat tanda-tanda adanya kecurangan. Namun tidak menutup  kemungkinan resiko kecurangan itu terjadi saat pemindahan dan penghitungan balot suara dilakukan.  Hal senada juga diungkapkan oleh para diplomat dan pengamat dari berbaga lembaga lainnya. Pemilu berlangsung jujur dan adil serta tidak ada laporan kekerasan.

     ‘’Dari puluhan orang yang telah kami tanya sejak pukul 06.00 hari ini (kemarin Red), semua orang menyatakan bahwa mereka mersa aman memilih siapapun yang mereka inginkan,’’ ujar pengamat internasional dari Sekertariat ASEAN Durudee Sirichanya.

     Meski begitu bukan berarti tidak ada masalah sema sekali. Seluruh penduduk muslim Rohingya dilarang memilih. Total ada 4 juta orang di daerah-daerah mengalami konflik etnis tidak bisa memberikan hak suaranya. Selain itu di Mandalay ada 100 orang yang dilarang mencoblos oleh petugas komisi pemilihan umum. Seratus orang tersebut adalah orang luar yang ditambahkan ke dalam daftar pemilih oleh pihak ketiga.

     ‘’Ini adalah usaha kecurangan, itulah kenapa kami tidak mengijinkan mereka memilih,’’ujar pejabat komisi pemilihan umum Hla Soe.

(Reuters/AFP/sha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: