381 Warga Terlibat Ormas Terlarang
Kepada aparat penegak hukum, penulis buku ’’Bunuh Sang Nabi’’ itu berharap supaya tidak sebatas membasmi atau menindak kelompok Gafatar dengan pasal penistaan agama. Menurutnya undang-undang terbitan tahun 1965 tentang penistaan agama itu sudah waktunya diperbaharui.
’’Polisi harus menemukan pasal-pasal pidana riil yang mbejaji (berbobot, red). Bukan sebatas pasal penistaan agama,’’ katanya. Dalam kasus Gafatar ini dia mengatakan polisi harusnya bermain di pidana umum seperti penipuan, penculikan, penggelapan, dan sejenisnya.
Terkait dengan fatwa MUI bahwa Gafatar itu sesat tidak bisa dipakai sebagai landasan hukum pidana. Dia mengatakan fatwa MUI itu sebatas untuk ceramah-ceramah edukasi masyarakat. Dia mempersilahkan para kiai dalam berceramah untuk menyampaikan bahwa Gafatar itu sesat. Tetapi Makin berharap penegak hukum tidak menggunakan fatwa MUI itu sebagai landasan penangan hukum pengurus Gafatar.
Makin juga mengomentari sosol Ahmad Musadeq. Dia membenarkan bahwa Musadeq pernah menyatakan taubat dan mengucapkan shadat di depan pengurus MUI. Tetapi nyatakan dia sekarang ’’kambuh’’ lagi menyampaikan keyakinan Millah Abraham.
’’Kenapa kok kambuh lagi, karena dulu taubatnya itu dipaksa,’’ ungkap dia. Sebelum ada Gafatar, Makin mengatakan Musadeq awalnya membentuk Qiyadah Islamiyah (QI). Kemudian QI bubar setelah Musadeq ditahan akibat mengaku nabi. Setelah Musadeq bebas komunitasnya membentuk Komunitas Millah Abraham (Komar). Komar ini menjadi cikal bakal terbentuknya Gafatar.
(pds/fth/jpnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: