>

Tiga Terdakwa Dapat Jatah Ratusan Juta

Tiga Terdakwa Dapat Jatah Ratusan Juta

Kasus Gratifikasi Dana Saving PT Asiatic-SAD

 JAMBI - Tiga orang terdakwa kasus gratifikasi dana saving PT Asiatic Persada dan SAD di Batanghari tahun 2015 mulai menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Jambi, Rabu (15/6). Dalam sidang yang diketuai majelis hakim, Lucas Sahabat Duha, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Muarabulian, Ketut Gede, mendakwa ketiganya, yakni Juliando, mantan Kabag Hukum Setda Batanghari, lalu, mantan Asisten I Setda Batanghari dan Fathudin Abdi, Ketua Lembaga Adat Batanghari, melanggar dua pasal.

Ketiga terdakwa, didakwa dalam 3 berkas terpisah. Mereka didakwa pasal kesatu, yakni pasal 11 jonto pasal 55 UU tipikor yang dilakukan secara bersama-sama dengan ancaman maksimal 5 tahun dan minimal 1 tahun penjara. Dan juga pasal kedua, pasal 12 (e) Undang-undang Tindak Pidana Korupsi. \"Ancamannya minimal 4 tahun dan maksimal 15-20 tahun penjara,\" kata Ketut saat membacakan surat dakwaan.

Ketiga terdakwa dalam kasus ini merupakan tim terpadu dan tim dari lembaga adat batanghari. Kasus ini berawal ketika terjadinya konflik antara PT Asiatic Persada dengan warga Suku Anak Dalam (SAD).

Untuk menyelesaikan konflik tersebut, Pemkab Batanghari lantas membentuk tim terpadu (timdu) guna melakukan mediasi. Singkat cerita, kata Ketut, selesailah konflik antara PT Asiatic Persada dengan warga SAD.

\"PT Asiatic akan menyerahkan 2000 hektar lahan sawit kepada warga SAD. Diperjalanan, ternyata data SAD yang akan menerima tak valid karena ada yang bukan warga SAD juga menerima. Lalu Pemkab diminta mendata ulang,\" ungkapnya.

Proses pendataan ulang itu memakan waktu selama 9 bulan. Ternyata, selama 9 bulan itu, kebun sawit seluas 2000 hektar tersebut sudah menghasilkan produksi hingga mencapai Rp 13 M. \"Lalu Asiatic mengatakan dana itu sebesar Rp 1 Miliar sudah digunakan untuk pemeliharaan kebun dan sisa Rp 12 Miliar lagi,\" jelasnya.

Kemudian, tiga terdakwa mengadakan rapat mengatasnamakan timdu. Dan kemudian menyepakati adanya pengawas yang diduga dibentuk oleh ketiganya. Dari rapat itu pula disepakati dana sebesar 7, 5 persen dari nilai Rp 12 Miliar itu atau senilai Rp 1 miliar lebih akan diberikan kepada pengawas.

\"Jadi timbul angka Rp 1, 011 M. PT Asiatic menyetujui dan meminta agar ada persetujuan dari warga SAD,\" katanya usai sidang.

Untuk mendapatkan dana tersebut, maka dibuat sebuah surat yang menyatakan seolah bahwa warga SAD menyetujui pemberian dana sebesar Rp 1 Miliar lebih kepada pengawas. \"Lalu ada pemindahbukuan uang dari rekening atas nama Juliando (terdakwa) cq pengawas. Pengawas ini dibentuk oleh mereka sendiri. Setelah dana itu cair baru terdakwa A Mukti dan Fathudin Abdi meminta bagiannya kepada terdakwa Juliando,\" ungkapnya.

Kedua terdakwa tersebut mendapatkan besaran yang berbeda. Yakni terdakwa A Mukti sebesar Rp 200 juta serta Fathudin Abdi sebesar Rp 305 juta. \"Semuanya diberikan bertahap. Untuk Mukti pertama Rp 100 juta lalu yang kedua Rp 100 juta lagi. Kalau untuk Fathudin Abdi pertama Rp 205 juta dan kedua Rp 100 juta. Sisanya, Rp 506 juta masih dalam penguasaan Juliando dan digunakan untuk kepentingannya pribadi,\" urainya.

Ketiga terdakwa melalui penasehat hukumnya masing-masing tak mengajukan eksepsi. Oleh karenanya, majelis hakim menunda persidangan bagi ketiganya pada 22 Juni mendatang dengan agenda pemeriksaan saksi.

(wsn)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: