OPINI: Pemilu 2019 dan Tantangan Berat Penyelenggara Pemilu

OPINI: Pemilu 2019 dan Tantangan Berat Penyelenggara Pemilu

Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 2019 sudah didepan mata dan akan ditabuh sekitar satu tahun lagi tepatnya 17 April 2019 mendatang merupakan pemilu perdana yang menyertakan antara pemilihan legislatif dengan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Penyelenggaraan pemilu serentak merupakan titah dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 14/PUU-XI/2013 hasil dari judicial review dari Undang-undang nomor 42 Tahun 2008 tentang pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden. Dalam pandangan MK, penyelenggaraan Pilpres haruslah dikaitkan dengan rancang bangun sistem pemerintahan menurut UUD 1945, yaitu sistem pemerintahan presidensial.

Pelaksanaan Pilpres setelah pemilihan anggota DPRD dianggap tidak memberi penguatan atas sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh konstitusi. Oleh karena itu, norma pelaksanaan Pilpres yang dilakukan setelah Pemilu Anggota Lembaga Perwakilan telah nyata tidak sesuai dengan semangat yang dikandung oleh UUD 1945 dan tidak sesuai dengan makna pemilihan umum yang dimaksud oleh UUD 1945, khususnya dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945. 

Amar putusan yang sudah diketok palu oleh hakim MK, mau tidak mau harus dilaksanakan oleh Negara. Dengan berpayungkan Undang-undang No.7 tahun 2017 pemilu serentak siap degar pada tahun 2019 ini. Jika pelaksanaan ini berhasil, maka Indonesia bisa menjadi kiblat dunia dalam proses demokrasi. Namun sebaliknya, Indonesia akan menjadi gunjingan dunia jika gagal melaksanakannya.

Pada ranah praksis, Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku pelaksana amanat Undang-undang sebagai penyelenggara, dihadapkan pada tantangan yang sangat berat. Setidaknya KPU dituntut untuk membuat dua aturan berbeda dalam waktu yang sama, yakni Pileg dan Pilpres. Diluar itu KPU juga dituntut untuk mensukseskan gelaran Pilkada serentak yang waktunya menyertai jalannya tahapan Pilpres dan Pileg. Selain pada persoalan regulasi, KPU juga dituntut cermat dalam proses pengadaan sarana dan prasarana pemilihan yang tepat waktu. Banyaknya daerah pemilihan (Dapil) tak jarang terjadi kesalahan dalam distribusi surat suara, saling tertukar antar dapil. Jika hal ini terjadi maka akan mengacaukan penyelenggaraan penyelenggaraan pemilihan ditingkat bawah yakni KPPS.

Sedangkan dalam tataran penyelenggaraan pemilihan di tingkat bawah, Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) harus bekerja ekstra melebihi pemilu sebelumnya. Jika pada pemilu 2014, KPPS hanya menghadapi  kotak DPR, DPD dan DPRD sebagai ujung tombak dibawah maka pada pemilu 2019 nanti bertambah satu kotak Pilpres.

Dapat dibayangkan, jika hanya 3 atau 4 kotak suara saja, berdasarkan pengalaman pemilihan legislatif sebelumnya, bisa selesais sampai dini hari, maka dengan tambahan satu kotak Pilpres kurang lebih akan terjadi hal sama atau lebih dari sebelumnya.

Proses di pemilu 2019 nanti tentunya sangat membutuhkan konsentrasi penuh terutama dalam pemungutan dan penghitungan suara di TPS adalah saat pengisian berita acara, dimana para KPPS yang sudah dalam kondisi lelah harus dihadapkan pada pengisian administrasi berita acara yang banyak. Ini yang kerap menjadi perselisihan pada penghitungan di tingkat selanjutnya.

Persoalan regulasi juga wajib menjadi perhatian penuh para KPPS, terutama pada persoalan pemberian suarat suara kepada pemilih. Berdasarkan Undang-undang nomor 7 tahun 2017, tidak semua pemilih bisa mendapatkan suarat suara yang sama yakni, surat suara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota. Sebab ada kalanya pemilih hanya mendapatkan satu surat suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden jika pemilih yang bersangkutan merupakan pemilih pindahan bukan pada daerah pemilihan anggota DPR, DPD maupun DPRD pemilih tersebut.

            Bahasa kasarnya, pemilih yang pindah antar Provinsi hanya diperbolehkan memilih Presiden dan Wakil Presiden. Pindah antar Kabupaten hanya memilih Presiden dan Wakil Presiden, DPR dan DPD saja. Otomatis hal ini memerlukan kejelian KPPS supaya tidak menyalahi perundangan tersebut.

Penyelenggara pemilu dituntut untuk mampu bekerja secara profesional dikarenakan Pertama, Pemilu 2019 sangat berbeda dengan penyelenggaraan pesta demokrasi pada era-era sebelumnya. Tantangan pemilu 2019 nanti sangat berat, terutama pada pelaksanaanya yang dilakukan secara serentak antara pemilu legislatif dan pemilu eksekutif (pilpres).

                Pemilu legislatif yang digabung dengan pilpres ini baru pertama kali dilakukan pada 2019. Dua agenda pemilu yang dilaksanakan secara bersamaan ini tentu memiliki permasalahan yang lebih rumit dibanding pemilu sebelumnya. 

Kita memang pernah sukses melaksanakan pilpres secara langsung, pemilu legislatif secara langsung, hingga pilkada serentak. Namun, ketiganya dilakukan secara terpisah dan rentang waktu yang berbeda. Belum ada pengalaman gabungan dua pemilu inilah yang menjadi tantangan tersendiri bagi penyelenggara pemilu.

Kedua, waktu yang tersedia untuk mempersiapkan agenda pemilu secara serentak ini sudah didepan mata sekitar satu tahun lagi. Waktu yang tinggal sekitar satu tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan agenda besar tersebut.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: