>

Pertumbuhan Kredit Lambat, Likuiditas Cukup, Permintaan Menurun

Pertumbuhan Kredit Lambat, Likuiditas Cukup, Permintaan Menurun

JAKARTA - Pertumbuhan kredit pada awal tahun cenderung rendah. Pada Januari 2018, jumlah kredit yang disalurkan perbankan hanya tumbuh 7,4 persen. Angka tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada bulan sebelumnya yang mencapai 8,2 persen.

Di sisi lain, tahun ini Bank Indonesia (BI) menargetkan pertumbuhan kredit 11 persen. Target itu meningkat daripada tahun sebelumnya yang sebesar 7,7 persen.

Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI Linda Maulidina menuturkan, melambatnya pertumbuhan kredit pada awal tahun lebih dipengaruhi proses konsolidasi korporasi yang masih berlangsung. Proses konsolidasi tersebut berjalan sejak tahun lalu. Dampaknya, permintaan kredit perbankan menurun.

”Sebenarnya, kondisi perbankan memiliki likuiditas cukup baik. Mereka punya liquidity yang cukup. Namun, yang jadi masalah, belum adanya demand karena ada konsolidasi perusahaan-perusahaan,” katanya.

Menurut Linda, pelemahan penyaluran kredit juga dipicu pola intermediasi tahunan yang memang cenderung turun pada awal tahun. Meski demikian, dia mengungkapkan bahwa saat ini perbankan sudah mulai melakukan ekspansi kredit. Antara lain, pemberian kredit di sektor infrastruktur.

Dengan adanya ekspansi itu, pihaknya juga akan mendorong perbankan menyalurkan kreditnya pada sektor-sektor strategis selain infrastruktur. ”Kami terus mendorong agar kredit tidak hanya disalurkan pada sektor infrastruktur, tetapi juga sektor yang leading seperti sektor properti. Jadi, perbankan ini lebih berani mengambil risiko pada sektor-sektor yang jadi perhatian utama pemerintah,” ucapnya.

Linda menjelaskan bahwa saat ini pihaknya juga melihat adanya peningkatan pembiayaan dari pasar modal. Itu menunjukkan bahwa korporasi sudah mulai mencari dan memanfaatkan alternatif pembiayaan di luar kredit perbankan. ”Mereka (perusahaan) juga mencari sumber dana tidak hanya perbankan, tapi juga dari pasar modal. Perusahaan cari dana di pasar modal melalui penerbitan obligasi,” ungkapnya.

Pengamat ekonomi Indef Bhima Yudhistira menilai, kredit masih lambat karena bank melihat risiko penyaluran kredit ke sektor riil masih besar. Itu terlihat dari penjualan ritel pada Januari yang turun 1,8 persen ketimbang Desember. Terutama penjualan barang tahan lama atau durable goods.

Kemudian, pertumbuhan ekonomi pada triwulan I sulit menembus 5 persen. Pada triwulan I ada pergeseran panen karena cuaca membuat kredit pertanian terkontraksi. Harga beberapa komoditas seperti CPO fluktuatif sehingga kinerja ekspor Februari turun 3,14 persen jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya. ’’Jadi, problemnya ada di demand. Kalau dari konsolidasi kredit macet 2017 sebagian besar bank sudah selesai,’’ katanya kemarin.

(ken/c20/fal)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: