Ledakan di Polrestabes Surabaya
Pukul 10.06 suara megaphone menggema. Wartawan yang diminta meliput 200 meter di barat pos penjagaan mendengarkan dentuman satu kali. Ternyata, Unit Jihandak Satbrimob Polda Jatim melakukan prosedur disposal. Sebab ada satu bom yang masih aktif.
Mapolrestabes baru bisa dinyatakan steril dan bisa dimasuki wartawan sekitar pukul 17.30. Meskipun sudah dibersihkan, aroma anyir darah di area gerbang masih tercium. Persisnya, aroma itu bercampur dengan bau cairan disinfektan.
Loket tiket yang hancur sudah diangkut dari Mapolrestabes. Hanya palang pintu besi yang tersisa, Itupun juga sudah patah. Hingga pukul 18.00 sejumlah petugas kebersihan masih menyemprot dinding pos penjagaan dengan air.
Dikonfirmasi secara terpisah, Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Frans Barung Mangera, menjalaskan saat ini Aisyah Putri masih dalam kondisi shock. Saat ini, dia dirawat di RS Bhayangkara, Polda Jatim. “Masih di sini, sekarang, masih dalam perawatan intensif kami,” ucapnya.
Ada beberapa luka yang dia derita. Ini didapatnya, setelah terlempar hampir 3 meter ke udara akibat hempasan bom. Luka-lukanya diantara lain, memar di beberapa bagian tubuhnya. Yang terpenting, saat ini bocah 8 tahun itu sedang mengalami goncangan psikologis. Karena melihat orang tua, dan kedua kakaknya, meninggal dunia. “Kami sudah melakukan pendampingan terhadap korban, sekaligus dua pelaku selamat yang ada di pengeboman di Sepanjang juga,” tegas perwira dengan tiga melati di pundak itu.
Sebab, Barung menjelaskan, ketiga pelaku selamat itu merupakan saksi kunci. Tentang kasus pengeboman yang ada akhir-akhir ini. Namun, karena masih kecil, pendekatan harus dilakukan secara hati-hati. Agar tidak, membekaskan trauma yang lebih dalam lagi. “Akan kami informasikan lebih lanjut, jika ada perkembangan,” imbuh mantan Kabidhumas Polda Sulsel tersebut.
Tujuh Bulan Jadi Ketua JAD Surabaya
Polisi perlahan-lahan bisa mengurai jaringan yang meneror warga Surabaya selama dua hari terakhir. Rupanya, sel Surabaya mengembangkan sebuah hubungan keluarga yang sangat dekat.
Di antaranya adalah keluarga Dita Oeprianto, ketua JAD Surabaya yang melakukan aksi pada Minggu (13/5); Anton Ferdiantono, anggota jaringan yang tewas di rusun Sidoarjo; Budi Satrijo, wakil Dita yang ditangkap kemarin; dan Tri Murtiono, pelaku bom bunuh diri di Mapolrestabes Surabaya.
’’Mereka sangat akrab sekali,’’ kata Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian dalam jumpa pers kemarin.
’’Mereka juga kerap menyambangi sejumlah napi kasus terorisme di sejumlah lapas,’’ sambung Kapolda Jatim Irjen Pol Machfud Arifin dalam kesempatan yang sama. Dita diangkat menjadi ketua JAD Surabaya setelah ketua JAD Jawa Timur ditangkap pada November 2017.
Menurut sumber di lingkungan Densus 88, keakraban antarmereka pun bahkan sampai tingkat keluarga. ’’Sampai anak-anak mereka pun saling kenal dan akrab,’’ terangnya.
Menurut dia, itu merupakan salah satu bentuk proteksi dalam sel jaringan teror mereka. Menurut sumber yang namanya tak mau disebutkan itu, sebenarnya masih ada lagi selnya. Namun, dia tak bisa mengungkapkan demi kepentingan penyelidikan.
Karena itu, tak mengherankan, ketika menggeledah tubuh Tri Murtiono yang hancur karena aksi bom bunuh dirinya di Mapolrestabes Surabaya kemarin pagi, polisi menemukan KTP Dita di saku celananya. ’’Artinya, saking akrabnya, KTP antarmereka pun bisa saling diserahkan. Untuk berbagai macam keperluan,’’ ungkapnya.
Dia lalu bercerita tentang Dita Oeprianto. Pria 47 tahun itu terlahir di lingkungan keluarga yang cukup radikal. Salah seorang sepupunya adalah anggota senior Jamaah Islamiyah. ’’Sepupunya menjadi salah satu yang ditangkap karena terkait bom Bali I pada 2002,’’ katanya. Artinya, sejak awal, Dita tak asing dengan lingkungan tersebut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: