Penggalangan Hak Angket Semakin Menguat
”Dengan jabatan yang relatif singkat, harusnya Pj dipimpin oleh mereka yang memahami daerah mulai dari aspek regulasi dan teknis,” jelas akademisi asal Payakumbuh, Sumatera Barat itu.
Oce menilai, keputusan Mendagri untuk melantik M Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar menyalahi UU Pilkada maupun UU Pemda. Latar belakang Iriawan sebagai perwira polri memiliki garis birokrasi yang berbeda, Selain itu, rujukan pada Permendagri nomor 1 tahun 2018 yang menjadi acuan Mendagri justru membuat norma baru, melangkahi dua aturan UU tersebut. ”Permendagri cukup mengatur hal-hal teknis administratif, karena siapa yang menjabat sudah ditentukan UU,” ujarnya mengingatkan.
Terkait munculnya pihak yang kontra terhadap keputusan Mendagri, Oce menilai ada dua cara untuk menguji atau membatalkan keputusan Mendagri. Pertama adalah mengajukan gugatan atas keputusan Mendagri ke Pengadilan Tata Usaha Negara. Di sisi lain, bisa dilakukan uji materi terkait UU Kepolisian kepada Mahkamah Konstitusi terkait status Iriawan sebagai perwira Polri aktif. Selain itu, ke depan perlu evaluasi terkait posisi-posisi elit parpol dalam kementerian.
”Ke depan jabatan kementerian seperti Mendagri, Menkum HAM, Jaksa Agung atau bidang hukum lain seharusnya tidak diisi orang partai. Karena kalau menteri berpihak pada satu parpol, bisa berantakan netralitas birokrasi,” tandasnya.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Parahyangan Asep Warlan Yusuf menilai, secara prosedural saat pelantikan Iriawan sebagai Pj Gubernur Jabar sah secara hukum. Hal yang menjadi polemik saat ini disebabkan momentum pelantikan Iriawan yang tidak tepat. Pemerintah bisa dicap inkonsisten karena sebelumnya menegaskan tidak akan melantik Iriawan, selain itu momentumnya sudah mendekati masa pemungutan suara di Pilgub Jabar.
”Ini kan banyak kalkulasi politik, khawatir karena orangnya dekat istana, khawatir akan berpihak pada satu pasangan atau parpol tertentu, khawatir aparat akan mendukung paslon tertentu,” kata Asep saat dihubungi.
Menurut Asep, pelantikan itu menjadi pertaruhan kredibilitas dari pemerintahan Jokowi dan Iriawan sendiri. Dalam hal ini, pemerintah harus mampu membuktikan bahwa Iriawan adalah penjabat yang taat aturan main, dengan membuktikan netralitas dalam pelaksanaan pilgub Jabar.
”Karena pada akhirnya ini adalah pertaruhan pemerintah Jokowi. Kalau ini blunder dan kecurangan terbukti akan jatuhkan reputasi Jokowi, kepolisian dan reputasi Pak Iriawan sendiri,” ujarnya.
Anggota Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Laode Ida juga mengomentari pelantikan Iriawan menjadi Pj Gubernur Jabar. Dia mengungkapkan sejak awal isu pengangkatan polisi aktif menjadi Pj Gubernur itu sudah memperingatkan Presiden Joko Widodo. Dia menilai setidanya ada dua pelanggaran undang-undang. ”Pengangkatan seorang jendral polisi aktif sbgai Pj Gubernur Jabar telah secara terbuka pertontonkan pelanggaran dua UU, yakni UU Kepolisian pasal 28 ayat 3 dan UU tentang Pilkada pasal 2001 ayat 1,” ungkap dia.
Dia menyebutkan keinginan untuk mengangkat perwira polri atau TNI aktif itu sbenarnya sudah diniatkan sejak awal tahun. Hal itu ditandai dengan keluarnya Permendagri 1 tahun 2018. Peraturan itu berisi tetnang tentang cuti di luar tanggungan negara bagi gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota.
”Namun saat itu sejumlah pihak termasuk saya sudah mengingatkan pemerintah khususnya Mendagri atau Presiden agar tidak paksakan langgar UU terutama jika permendagri itu dipaksakan,” ujar dia.
Mantan wakil ketua Dewan Perwakilan Daerah itu menyebutkan Presiden Jokowi seharusnya menghentikan kebijakan Mendagri itu. Apalagi presiden sudah disumpah untuk menjalankan UUD 1945 dan sekaligus wajib mematuhi UU yang berlaku. ”Tapi rupanya Pak Jokowi sudah tak peduli dengan peringatan semua kalangan itu. Ini sangat memprihatinkan dan perlu dicermati scra serius apa agenda di balik pemaksaan ini,” tegas dia.
(lum/bay/jun)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: