>

Andi Arief: Ternyata Ada Dendam PDIP terhadap SBY

Andi Arief: Ternyata Ada Dendam PDIP terhadap SBY

JAKARTA – Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Andi Arief menyebut, ada dendam PDIP kepada Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Pernyataan itu disampaikan Andi Arief melalui akun Twitter pribadinya, Rabu (17/2/2021).

Cuitan Andi Arief itu menanggapi pernyataan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto terkait pernyataan mantan Sekjen Partai Demokrat Marzuki Alie. “Hari ini Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membuat release menanggapi statemen hantu Pak Marzuki Alie,” tulis Andi Arief seperti dikutip PojokSatu.id.

Menurutnya, apa yang disampaikan Marzuki Alie kanal YouTube Akbar Faisal Uncensored, Kamis (11/2), adalah mengarang bebas. “Lebih mengejutkan saya, ternyata ada dendam PDIP terhadap SBY karena sebagai menantu Jenderal Sarwo Edhie Wibowo. Dendam Ideologis?” ungkap Andi Arief.

Karena itu, Andi meminta Hasto agar jangan membentur-benturkan SBY dan Megawati. “Biarlah mereka berdua menjadi panutan bersama, sebagai yang pernah berjasa buat sejarah politik kita,” saran dia.

Andi kemudian balik membalas Hasto dengan sebuah sindiran. “Kader Partai Demokrat sejak lama didoktrin untuk tidak membuly mantan Presiden,” tandasnya. Sebelumnya, Marzuki Alie menyebut, SBY sempat berkata kepada dirinya bahwa Megawati dua kali kecolongan di Pilpres 2004 silam.\"\"

\"\"

“Pak SBY nyampaikan, \"Pak Marzuki, saya akan berpasangan dengan Pak JK. Ini Bu Mega akan kecolongan dua kali ini. Kecolongan pertama dia yang pindah. Kecolongan kedua dia ambil Pak JK\" Itu kalimatnya,” kata Marzuki.

Hal itu lantas ditanggapi Hasto yang menilai pernyataan Marzuki Alie itu justru menunjukkan bahwa SBY yang menciptakan desain pencitraan. Seolah-olah, SBY sebagai Menteri Koordinator bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) kala itu, dizalimi Megawati yang saat itu menjabat sebagai Presiden.

Saat itu, kata Hasto, berembus isu SBY merasa dizalimi Megawati sehingga ia memilih untuk mengundurkan diri sebagai Menko Polkam. “Terbukti bahwa sejak awal Pak SBY memang memiliki desain pencitraan tersendiri termasuk istilah ‘kecolongan dua kali’ sebagai cermin moralitas tersebut,” kata Hasto dalam keterangan tertulis, Rabu (17/2).

 

“Jadi kini rakyat bisa menilai bahwa apa yang dulu dituduhkan oleh Pak SBY telah dizalimi oleh Bu Mega, ternyata kebenaran sejarah membuktikan bahwa Pak SBY menzalimi dirinya sendiri demi politik pencitraan,” sambungnya.

Kejadian ini, lanjut Hasto, membuat dirinya teringat sebuah kisah yang disampaikan oleh almarhum Cornelis Lay. Sebelum SBY ditetapkan sebagai Menko Polhukam di Kabinet Gotong Royong yang dipimpin Megawati, ada elite politik mempertanyakan Megawati.

Hal ini menyangkut keterkaitan SBY sebagai menantu Sarwo Edhie dalam peristiwa 1965. Selain itu, keterkaitan SBY dengan serangan Kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996. Namun, Megawati justru menjawab pemilihan atas SBY mengedepankan rekonsiliasi nasional dan semangat persatuan.

“Saat itu, Ibu Megawati lalu mengatakan, \"saya mengangkat Pak SBY sebagai Menko Polhukam bukan karena menantu Pak Sarwo Edhie. Saya mengangkat dia karena dia adalah TNI, Tentara Nasional Indonesia. Ada \"Indonesia\" dalam TNI, sehingga saya tidak melihat dia menantu siapa. Kapan bangsa Indonesia ini maju kalau hanya melihat masa lalu? Mari kita melihat ke depan. Karena itulah menghujat Pak Harto pun saya larang. Saya tidak ingin bangsa Indonesia punya sejarah kelam, memuja Presiden ketika berkuasa, dan menghujatnya ketika tidak berkuasa’, begitu kata Ibu Megawati penuh sikap kenegarawanan sebagaimana disampaikan Prof Cornelis kepada saya,” tandas Hasto.

(rmol/ruh/pojoksatu)

Sumber: www.pojoksatu.id

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: