>

Pantun Candi di Bukit Perak

Pantun Candi di Bukit Perak

Kusimak pantunmu pada “Nandung Batu Pelangi”. Merisik cinta akan kejayaan terbilang. Chan-phi atau Jambi. Menjadi senarai tak ragu di hati.

Katamu, Bukit Perak adalah saksi bisu
Tentang mahakarya batu bersusun;
Candi Tinggi nan rapi, Gumpung nan mempesona serta Astano, Gedong, Kotomahligai dan Kembar Batu yang bermisteri. Hingga Telago Rajo, tempat biksu dan cantrik-cantrik membasuh diri.

Semuanya indah berbalut cerita purba yang tak sudah.

Kulihat Bukit Perak dipeluk akar-akar hidup nan kokoh. Di atasnya pohon-pohon duku dan durian menjulang. Aku tersandar menghela nafas; keagungan karabentang tergurat jelas pada fragmen makara dan patung ganesha penunggu pintu altar.

Negeriku, sebenarnya warisan apa yang kau suguhkan pada kami. Sementara para ahli sulit menyimpul cerita dan tapal batas yang tak pasti. Yang aku tahu, inilah legenda suci yang diagungkan. Hanya itu?

Anak-anak tamasya disuguhi kertas putih dan alat lukis. Di pendopo, emak-emak berjoget dangdut. Para penyair menggoreskan puisi puja-puji.
Dari tepian Sungai Batanghari, remaja kampung bersenandung sunyi;
menatap miris papan-papan peringatan “Dilarang..dilarang..dilarang!!!”.

Ada yang hijrah keluar kampung mencari lahan baru, atau membuat pondok di pakarangan sempit.
“Kami tidak bisa lagi berkebun!!”, teriaknya.
Pohon-pohon duku dan durian yang dulu ditanam leluhurnya di atas menapo dan serakan artefak, menggamit rindu anak-cucu.

Di atas Bukit Perak, mereka berpantun;
Batanghari airnya tenang
Sungguhpun tenang deras ke tepi
Candi Muaro Jambi boleh terkenal
Asalkan kami tak menjadi anak tiri.

Muaro Jambi, 28 Januari 2021
(Mengenang Budayawan Jambi, almarhum H Junaidi T Noor)
_______

Puisi. : Muhammad Chudori
Foto : H.Sakti Alam Watir

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: