DISWAY: Miko Nusantara
Dalam bahasa ilmiah diperlukan tata cara yang memenuhi standar untuk dapat menyatakan kebenaran ilmiah, wajib ada design, sample size, placebo, reliable data, dasar etika, dan rumus pembuktian standard sebagai penentu.
Tidak bisa bahasa populis (opinion based-testimoni, dan lain-lain) dipakai menentukan langkah ilmiah.
Lha, BPOM hanya meminta tahapan riset sesuai standard universal (siap dikoreksi).
Tampaknya VakNus tidak bisa memenuhi... akhirnya ditolak.
Akibatnya suporternya para opinion based spontan bergerak dengan penuh semangat mendukung VakNus.
Barisan suporter ini luar biasa hebatnya, ada konglomerat, elite politik, mantan menteri, jenderal-jenderal, penulis populis yang amat andal. Sementara kegiatan ilmiah berbeda, dia tidak perlu dukungan siapa-siapa. Kebenaran ilmiah tidak bisa divoting,
Contoh:
Tidak bisa kita menyatakan mobil elektrik lebih efisien daripada mobil yang menggunakan bahan bakar dengan melakukan voting, dukung mendukung dengan mengundang banyak suporter. Jelas di sini kebenaran ilmiah tidak bisa diselesaikan dengan cara dukung mendukung (opini).
Dia memerlukan tata cara riset yang benar, design reliable data, pegangan etika, dan perhitungan dengan rumus standar untuk menyatakan kebenaran bahwa e-mobil lebih efisien daripada bensin.
Lha, mengapa RSPAD jalan terus? Pertanyaan ini harus dijawab dengan pertanyaan pula, siapa yang harus jadi polisi (penertib) di dunia ilmiah?
Apakah BPOM itu juga punya wewenang sebagai penertib?
Lha, kalau ya, berarti BPOM kalah awu (takut) dengan RSPAD. Lantas bagaimana kalau akhirnya kebenaran ilmiah harus berubah karena ketakutan.....?
Alhamdulillah BPOM, tetap berdiri tegak memegang prinsip-prinsip ilmiah, dengan segala risikonya.
Saya yakin, sikap ini diambil sepenuhnya demi kepentingan rakyat Indonesia.
Tapi bagaimanapun polemik tajam RSPAD dan BPOM yang terus berlangsung di depan mata publik harus diselesaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: