>

Berkedok Penjualan Condotel, Menipu Rp806 M, Uang Habis Dipakai Trading

Berkedok Penjualan Condotel, Menipu Rp806 M, Uang Habis Dipakai Trading

JAKARTA — Apartemen atau condotel telah menjadi salah satu hunian yang banyak diburu oleh masyarakat perkotaan saat ini. Selain modelnya yang kekinian, juga biasanya berada di tengah perkotaan. Namun, daya tarik masyarakat ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi.

Christopher Andreas Lie, 40, dan rekannya Indra Budiman bahkan diperkirakan mendapat untung fantastis dari penipuan berkedok condotel. Berdasarkan data kepolisian, mereka diduga mendapat untung hingga Rp 806 miliar setelah berhasil menipu 1.157 orang.

Kedua pelaku sempat kabur setelah melakukan aksinya. Hingga akhirnya Christopher ditangkap di Seoul, Korea Selatan, pada 2015 silam. Sedangkan Indra sampai saat ini belum diketahui keberadaannya.

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan akhirnya menyatakan Christopher bersalah dalam perkara ini. Warga Johar Baru, Jakarta Pusat itu terbukti melanggar Pasal 378 KUHP tentang Penipuan dan Pasal 3 Undang-Undang RI Nomor 08 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Christopher Andreas Lie dengan pidana penjara selama 7 tahun,” kata Hakim Hariyadi dalam putusannya seperti dikutip dari dokumen Direktorat Putusan Mahkamah Agung (MA).

Vonis tersebut lebih ringan 1 tahun dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Selain penjara, Christopher juga didenda Rp 1 miliar. Apabila tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

Penipuan ini dilakukan Christopher bersama Indra membuat PT Royal Premier International (PT RPI) pada pertengahan 2011. Perusahaan ini bergerak di bidang jasa konsultasi manajemen meliputi bisnis, pemasaran, dan SDM. Christopher dan Indra masing-masing memiliki saham 5.000 lembar dengan nominal Rp 5 miliar.

PT RPI kemudian melakukan kerjasama terhadap beberapa developer atau pengembang condotel maupun apartemen untuk melakukan pembelian secara kolektif. Kerja sama terjalim dengan PT Gracia Griya Kencana selaku pengembang condotel The Kalyana Bandung, dengan perjanjian pembelian sebanyak 150 unit.

PT Anugrah Surya Propertindo selaku pengembang condotel Indoluxe Yogyakarta, dengan perjanjian pembelian sebanyak 80 unit. PT Perkasa Lestari Permai selaku pengembang condotel Aeropolis Albaiti Jakarta dengan perjanjian pembelian sebanyak 200 unit. Dan PT Prioritas land selaku pengembang Apartemen Majestik Poin Serpong Tangerang dengan perjanjian sebanyak 104 unit.

Untuk menarik calon pembeli unit condotel, Christopher dan Indra membuat penawaran melalui brosur dan media internet dengan banyak penawaran keuntungan yang dijanjikan. Dekat jaminan pembelian kembali (buy back option)

Bahwa pihak PT RPI menjanjikan memberikan keuntungan masa tunggu sebesar 1,5 persen selama 24 bulan diberikan per 3 bulan dalam bentuk giro sebanyak 8 lembar giro, keuntungan selama masa jaminan berupa pembelian kembali oleh PT RPI dengan harga 100 persen, memberikan potensi pembayaran kembali melalui asuransi dalam bentuk polis asuransi, bila condotel telah beroperasi akan mendapatkan 21 voucher free stay setiap tahunnya, dan bila pembayaran dengan cara cash keras selama 7 hari akan adanya pemotongan harga. Padahal kedua pelaku mengetahui tidak akan bisa memberikan keuntungan yang dijanjikan.

Iming-iming tersebut akhirnya berhasil mempengaruhi para korban untuk membeli condotel atau apartemen. Para korban selanjutnya membayar hunian ini dengan cara tunai maupun cicilan ke rekening milik PT Royal Premier International. Pembelian unit berbeda-beda setiap korban. Ada yang satu unit, adapula 3 unit dengan nilai beli mencapai Rp 2,2 miliar.

Setelah pembayaran dilakukan, Christopher dan Indra tidak dapat memberikan keuntungan seperti yang telah ditawarkan di awal. Selain itu, unit condotel atau apartemen pun tak kunjung diberikan kepada pembelu.

Dalam persidangan terungkap jika uang dari para pembeli dipakai oleh Christopher dan Indra untuk kepentingan pribadi. Seperti digunakan untuk perdagangan (trading) di PT Monex Investindo, digunakan untuk mendirikan dan menjalankan usaha PT Pratama Mandiri Indonesia. Total uang yang terpakai mencapai Rp 30 miliar. Jaksa juga turut menyita uang Rp 4 miliar saat menangkap Christopher.

Dalam Nota Pembelaan, Penasihat Hukum Christopher pada pokoknya menyatakan kliennya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana didakwakan JPU. Pengacara meminta kliennya dilepas dari segala tuntutan, serta nama baiknya dipulihkan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: