DISWAY: Senior Chris
Pak Chris aktif di gerakan mahasiswa itu. Ia menjadi wartawan Harian Kami –corong gerakan mahasiswa saat itu. Koran itu dipimpin Nono Anwar Makarim –ayah Mendikbudristek sekarang, Nadiem Makarim.
Bakat Pak Chris di bidang tulis-menulis sudah unggul sejak di SMA. Keasyikannya sebagai wartawan pergerakan membuat kuliahnya tidak terurus.
Apalagi ia kemudian ikut mendirikan Majalah TEMPO. Setelah tidak di TEMPO lagi, Pak Chris kembali kuliah di UI. Di FISIP. Sampai tamat di tahun 1978.
Tanggal 13 Juli lalu, ia masih kirim WA ke saya: hoax mengenai orang yang divaksin yang akan meninggal dua tahun kemudian.
Saya tidak berkomentar karena masih mengecek kebenarannya. Seminggu kemudian barulah saya dapat kepastian –dari India Today– bahwa itu hoax. Sang penerima hadiah Nobel tidak pernah mengatakan itu.
WA-nya yang sangat menarik dikirim ke saya tanggal 2 Juli lalu. Saya sertakan saja di sini sesuai dengan aslinya:
\"Saya wartawan itu hobby merangkap profesi. Jadi tidak kenal pensiun. Karena gemar membaca dan menulis sejak SD lalu konkret jadi wartawan menulis apa yang langsung jadi kebijakan konkret.
Tahun 1967 saya usul pembukaan casino utk dana pembangunan SD. Kalau tidak, 600 ribu anak usia sekolah telantar. Langsung dilaksanakan oleh Gub Ali Sadikin. Saya, yang menulis di Harian KAMI, justru dapat hadiah skuter Lambretta, satu pribadi dan satu utk harian KAMI pimpinan Nono Makarim.
Jadi joke saya, lho ini saya anak buah, karyawan malah setor upeti skuter sama bos. Saya umur 22 waktu itu, mulai jadi wartwan Harian KAMI 1966. Seandainya saya minta saham casino waktu itu, maka tidak akan di TEMPO dan PDBI krn CW langsung sudah jadi konglomerat 1967 ha3x\".
PDBI adalah singkatan Pusat Data Bisnis Indonesia. Pak Chris mendirikan lembaga riset dan konsultasi dengan nama itu. Itulah bisnis Pak Chris. Yang masih di lingkungan jurnalisme dan intelektual.
Pak Chris dikenal kritis pada dunia usaha dan pada siapa saja.
Praktik konglomerasi di Indonesia sering menjadi bahasan PDBI. Lengkap dengan pemetaan pemiliknya. Dan gurita bisnisnya.
Itulah sebabnya Pak Chris kurang disukai konglomerat tertentu.
Tahun 1998, ketika terjadi pergolakan politik lagi di Jakarta, Pak Chris sangat terpukul. Putri tunggalnya menjadi salah satu korban kekerasan wanita pada Mei 1998.
Pak Chris langsung membawa putrinya ke Amerika. Menenangkan diri di sana. Berobat di sana. Menyembuhkan trauma di sana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: