>

DISWAY: Hitung Emir

DISWAY: Hitung Emir

Selebihnya aman. Tidak ada laporan tindak kekerasan. Sampai tadi malam, menurut pantauan media di Pakistan dan India, Afghanistan tetap aman. Duta Besar Indonesia di Kabul, Mayjen Arif Rachman, juga menyatakan baik-baik saja. Saya menelepon sang duta besar kemarin.

Para pemimpin Taliban sedang berunding dengan tokoh-tokoh non-Taliban –untuk membentuk pemerintahan baru. Mereka akan dilibatkan di pemerintahan. Para wanita dijamin keamanan mereka. Gadis-gadis yang sudah waktunya sekolah sudah diminta kembali bersekolah –di zaman Taliban lama mereka dilarang sekolah.

 

Yang jelas Taliban kembali berkuasa. Bentuk negara Republik Islam akan ditinggalkan. Diganti dengan Emirat Islam Afghanistan (Islamic Emirate of Afghanistan).

Kita masih menunggu wujud akhir dari bentuk emirat itu. Apakah seperti Uni Emirat Arab (UEA). Negara kecil UEA itu merupakan gabungan dari 7 ke-Emiran.

Saya juga belum tahu ada berapa emir di seluruh Afghanistan yang begitu besar. Satu ke-Emiran adalah mirip satu negara bagian di Amerika Serikat. Tapi penguasa ”negara bagian” itu disebut Emir. Seorang raja kecil. Dengan wilayah yang amat kecil. Bukan seperti gubernur di negara bagian yang dipilih oleh rakyat di negara bagian itu.

Mungkin bentuk Emirat itu dianggap cocok untuk Afghanistan. Sebenarnya saya ingin diskusi soal ini dengan ahli Afghanistan yang ada di Indonesia. Tapi saya tidak berhasil menemukannya. Saya menghubungi beberapa profesor dari beberapa Universitas Islam Negeri. Mereka juga tidak menemukan siapa ahli Afghanistan di universitas itu.

Pengetahuan saya tentang Afghanistan sangat terbatas. Untung saya sering diskusi dengan orang Pastun. Yakni ketika saya hampir sebulan di Pakistan. Dua tahun lalu. Banyak orang suku Pastun di Pakistan. Apalagi di Pakistan bagian utara. (Baca juga tulisan Dahlan Iskan saat ke Pakistan: Menghargai Sahabat)

Saya juga ke Peshawar. Kota yang berdekatan dengan perbatasan Afghanistan. Saya ingin menyeberang ke Kandahar dan Kabul dari Peshawar. Tapi tidak berhasil. Di Peshawar saya banyak bertemu dengan orang-orang Pastun. Baik yang mengungsi mau pun yang sudah turun-temurun di Pakistan.

Di Amerika, terutama di Michigan, saya juga bertemu beberapa orang Pastun. Saya selalu diskusi mengenai Afghanistan dengan mereka. (Tulisan Dahlan Iskan saat bertemu orang Pastun di AS bisa dibaca di sini: Masjid di Depok-nya Dallas.

 

Saya juga pernah bertemu pejuang Taliban nan Pastun di Tashkent, Uzbekistan.

 

Mereka tahu, saya menginap di hotel Tashkent. Malam-malam mereka mengetuk pintu. Mereka, tiga orang, memaksa masuk kamar –sambil membisikkan kata-kata rahasia yang saya tidak mengerti.

Ternyata mereka pejuang Taliban. Mereka menginginkan dolar Amerika. Saya bisa tukar uang rubel kepada mereka. “Rate-nya lebih baik,” kata mereka.

Malam itu saya ketakutan. Maka saya beri mereka 200 dolar. Saya menerima satu gebok uang rubel. Banyak sekali. Waktu itu Uzbekistan masih menjadi bagian Uni Soviet yang komunis. Saya tidak bisa menghabiskan uang itu. Tidak banyak barang yang bisa dibeli selama di Tashkent, Moskow maupun di St Petersburg. Segebok rubel itu saya tinggal di kamar hotel –ketika saya pulang ke Indonesia. Hanya sebagian saya bawa pulang untuk kenangan.

Pemikiran ke bentuk Emirat itu rasanya berbasis kenyataan di lapangan. Tidak ada pemerintah yang mana pun yang benar-benar bisa menguasai seluruh wilayah Afghanistan.

Pun Inggris. Yang berhasil menguasai India sampai Jazirah Arab, gagal menguasai Afghanistan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: