JAKARTA – BEM Nusantara menuntut pengusutan dugaan dana hibah asing yang diterima Indonesia Corruptipn Watch (ICW). Tuntutan itu dituangkan dengan membentangkan spanduk besar di depan gedung Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, Jalan Pejompongan Raya, Selasa (31/8).
“BPK RI Kebal UU Keterbukaan Informasi, BPK RI Lindungi ICW; ICW LSM Plat Merah; Kami Butuh Kerja Nyata BPK RI; Jangan Ada Dusta di Hadapan NKRI dan Pancasila; Usut Tuntas Skandal Dana Hibah Asing ICW,” demikian tulisan di spanduk tersebut.
Koordinator Pusat BEM Nusantara, Eko Pratama mengatakan, pemasangan spanduk itu lantan BPK RI dinilai tidak kooperatif.
“Terkesan main mata dengan LSM ICW. BPK RI sendiri tidak mau terbuka dengan hasil audit dana asing yang mengalir ke ICW melalui KPK,” kata Eko dalam keterangannya, Rabu (1/9/2021).
Pihaknya juga sudah mengirimkan surat ke BPK RI untuk menggelar audiensi.
Sekaligus mengajukan permohonan hasil audit yang dilandasi dengan analisis kajian hukum.
Tujuannya, agar audit investigasi dana hibah asing ke ICW bisa dibuka.
“Sehingga kepentingan asing tidak mengalir di tubuh ICW. Karena kami menganggap ICW adalah LSM by request,” tegas Eko.
‘Borok’ ICW
Pihaknya meyakini tindakan ini sudah tepat. Ia menyebut, saat ICW menemukan dugaan korupsi di sektor Migas, salah satu temuan ICW pada tahun 2011 korupsi sebesar Rp18,144 triliun, tapi tidak di ekspos ke publik.
“Setelah kami telusuri ternyata ICW dapat suntikan dana hibah dari organisasi hibah internasional yaitu Revenue Wathc Institute (RWI). Ini apa namanya kalau bukan LSM pesanan?” kecam Eko.
Eko menambahkan, ICW selalu menghindar jika ditanya soal dana hibah yang mereka terima.Padahal jelas mereka telah melanggar Permendagri 38/2008 dan aturan lainnya soal hibah.
ICW berdalih dana hibah yang mereka terima sudah sesuai dengan peraturan hibah internasional. “Pertanyaannya ICW ini berdomisili di mana? Di benua seberang kah?” katanya.
“Kami akan mengambil jalur hukum dan melakukan aksi masa jika PPKM sudah selesai. Kami pastikan kami akan bergerak tuntas dan tidak main-main.”
“Semua orang sama di mata hukum. Jangan mencari simpati terus untuk kepentingan segelintir kelompok,” tutup Eko. (rmol/ruh/pojoksatu)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: