DISWAY: Solar, Curah
Tapi, mengapa masih ada antrean minyak goreng curah?
Bukankah pemerintah sudah memilih cara BLT –bantuan langsung tunai? Agar orang miskin tetap mampu membeli minyak goreng kemasan yang harganya naik?
Mungkin karena BLT-nya baru akan diberikan hari ini –atau besok.
Apakah lusa tidak akan ada antrean lagi karena mereka sudah mampu membeli minyak goreng premium dengan uang BLT?
Kita lihat saja: sambil menunggu siapa sebenarnya pembeli minyak goreng curah itu. Apakah uang BLT Rp 300.000 untuk tiga bulan itu juga dibelanjakan untuk membeli yang curah. Karena uang BLT tidak beda dengan uang biasa, tentu tidak bisa mengetahuinya.
Rasanya sepanjang harganya masih lebih murah daripada premium, minyak curah masih akan tetap diminati. Sekaligus bisa dipakai mengecek apakah itu pertanda daya beli masyarakat menurun.
Selamanya harga minyak curah memang akan lebih murah. Biaya membuat minyak goreng curah memang lebih murah. Pengusaha menengah mampu membuat pabrik minyak goreng curah.
Ada satu proses yang tidak perlu dilakukan di produksi minyak curah: deodorisasi. Juga, tidak perlu ada investasi mesin pengemas. Pun, tidak membeli plastik kemasan yang mahal.
Bahan baku minyak premium dan minyak curah sama: sama-sama CPO. Yakni, minyak sawit dari hasil pemerasan buah sawit.
Warna cairan CPO itu masih oranye kecokelatan.
CPO itulah yang dikirim ke pabrik minyak goreng. Untuk diproses sebanyak tiga tahap. Pertama, dilakukan degumming –dibersihkan dari kotoran-kotoran yang karena begitu kecilnya sulit dibuang dengan saringan. Kedua, di-bleaching, dicuci. Ketiga, dideodorisasi –untuk membuat warna lebih cling dan aroma lebih gurih.
Minyak curah tidak perlu proses yang ketiga itu. Tapi, tetap mengandung beta karoten yang bisa menjadi vitamin B, mengandung provitamin A dan provitamin C. Artinya, badan akan bisa mengolahnya menjadi vitamin A dan C.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: