DISWAY: Senyum Tenang
Seorang dokter sengaja mengirimkan majalah itu untuk saya. Di situ ada tulisan bagus sekali. Pendek. Jelas. Runtut. Dengan bahasa yang sangat mudah dicerna. Enak untuk dibaca.
Salah satu isinya ditulis oleh Prof Dr dr Moh Hasan Mahfoed dan dr Prima Ardiansyah.
Di depan nama Prof Hasan itu ada kata Alm. Berarti beliau sudah meninggal dunia. Berarti artikel itu tulisan lama yang dipublikasikan ulang. Atau mungkin artikel lama yang disarikan ulang oleh dr Prima.
Di tulisan itu Prof Hasan telak sekali menyalahkan Terawan. Seperti tak terbantahkan lagi. Awalnya Prof Hasan mengaku malas menanggapi soal Terawan. Tidak ilmiah sama sekali. Tapi karena soal neuro Indonesia disebut-sebut Prof Hasan pun menulis juga. Itu karena beliau adalah ketuanya.
\"Heparin tidak bisa digunakan untuk mengobati stroke,\" tulis beliau.
Beliau mengibaratkan baju yang kotor kena lumpur. Itu bisa dicuci dengan air. Tapi kalau baju itu terkena cat maka membersihkannya harus dengan minyak.
Obat stroke itu bukan \'air\' heparin tapi \'\'minyak\'\' r-tPA.
Saya pun ingat pendapat Susilo soal heparin. Maka saya tanyakan itu padanya.
Bahwa menggunakan heparin itu dianggap salah, menurut Susilo, bisa iya bisa tidak. Susilo menyebutnya dengan istilah \"setengah benar, setengah salah\". \"Standar terapi untuk stroke adalah re-canalization/LYSIS dengan thrombolytica. Syaratnya diberikan maksimum dalam waktu 4,5 jam sesudah ada gejala,\" kata Susilo.
Dalam waktu 24 jam sesudah gejala, ujar Susilo, heparin dengan dosis tinggi justru tidak dianjurkan. \"Tetapi sesudah 24 jam, untuk menghindarkan thrombosis, dianjurkan untuk pemberian herparin dengan dosis rendah 10.000 IE,\" katanya.
Apakah itu ada literaturnya?
\"Ada,\" jawabnya. \"Barusan saya kirim ke Anda lewat email. Itu literatur papan atas dari New England Journal Medicine,\" jawabnya.
Saya bukan dokter. Bukan peneliti. Bukan ahli. Saya penulis. Saya tidak berhak menilai apakah yang dilakukan Terawan dalam praktik \"cuci otak\"-nya itu adalah penemuan obat –yang harus lewat uji coba dalam disiplin penelitian. Atau metode pengobatan.
Saya juga tidak berhak menilai apakah untuk sebuah metode pengobatan juga harus lewat uji coba seperti dalam sebuah penelitian.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: