PENGUATAN SEKTOR PERBANKAN SYARIAH DALAM RANGKA MEMBUMIKAN EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

   PENGUATAN SEKTOR PERBANKAN SYARIAH DALAM RANGKA MEMBUMIKAN EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA

            Prinsip syariah dan Dewan Pengawas Syariah (DPS) inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara bank konvensional dan bank syariah. Dari segi kelembagaan dan struktur organisasi sebagian besar sama dengan bank konvensional, hanya saja dalam struktur organisasi bank syariah terdapat DPS yang secara umum bertugas memastikan dan mengawasi kesesuaian kegiatan operasional bank syariah terhadap prinsip-prinsip syariah. Dengan kata lain, DPS inilah yang memiliki kewenangan penuh dalam kebolehan pelaksanaan akad yang telah disepakati oleh nasabah dan bank syariah.

            Begitu pentingnya peranan DPS ini menjadi suatu keharusan bagi perbankan syariah untuk melakukan penguatan dari segala lini yang berhubungan dengan DPS. Seorang DPS tidak cukup mengetahui ilmu-ilmu agama secara umum saja, akan tetapi juga wajib tahu persis dan memahami keilmuan dasar hingga spesifik mengenai fiqh muamalah (hukum ekonomi syariah) baik klasik maupun kontemporer, selain itu wajib memahami dasar-dasar pengetahuan mengenai ilmu ekonomi Islam maupun konvensional, serta keilmuan lain yang berhubungan dengan operasional dalam perbankan karena“kesyariahan” suatu bank syariah tergantung pada fungsi DPS ini.

Bank Syariah dan Pengembangan Ekonomi Umat

            Salah satu visi syariah yang hendak dicapai dalam ekonomi syariah adalah mensejahterakan ekonomi umat (falah). Bank syariah memainkan peranan penting dalam upaya mewujudkan visi ini, dalam aplikasinya bank syariah tidak hanya berorientasi pada keuntungan (profit oriented) saja, akan tetapi juga memaksimalkan fungsi sosial melalui instrumen penguatan dana zakat, infaq dan shadaqah.

            Prinsip syariah yang menjadi dasar pelaksanaan bank syariah sesungguhnya mengusung nilai-nilai keadilan dan menghindarkan unsur penganiayaan bagi pelakunya. Konsep profit and loss sharing atau yang lebih dikenal dengan istilah pembagian keuntungan (nisbah) dan pembagian kerugian yang menjadi karakteristik dan ciri khas dalam perbankan syariah. Konsep ini dijalankan agar setiap akad harus dilaksanakan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat membawa manfaat dan maslahah bagi kedua belah pihak. Berbeda halnya dengan perbankan konvensional yang hanya berorientasi pada keuntungan semata (profit oriented).

            Penguatan fungsi sosial melalui zakat, infaq dan shadaqah juga perlu dioptimalkan terlebih pada sektor zakat melalui bank syariah. Pengoptimalan dana zakat sangat perlu dilakukan mengingat potensi zakat di Indonesia cukup besar. Bank syariah sendiri telah memiliki Unit Pengelola Zakat (UPZ) untuk mengelola dana zakat yang berasal dari nasabah maupun masyarakat umum. Berdasarkan outlook data zakat tahun 2021 Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), potensi zakat di Indonesia mencapai Rp. 327,6 triliun. Besaran potensi tersebut dirinci berdasarkan klasifikasi zakat masing-masing, yaitu zakat pertanian Rp. 19,9 triliun, zakat peternakan Rp. 19,51 triliun, zakat uang Rp. 58,78 triliun, zakat penghasilan dan jasa Rp. 139,7 triliun serta zakat perusahaan Rp. 144,5 triliun. Dari sekian besar potensi zakat tersebut yang terealisasi baru mencapai Rp. 71,4 triliun atau sekitar 21,7 persen. Jika potensi zakat ini dioptimalkan secara maksimal, maka kesejahteraan umat dapat terwujud. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: