"Walhi Jambi menuntut pertanggungjawaban dan langkah pemulihan secepatnya Moratorium Mutlak PBPH: Bekukan dan evaluasi ulang semua perizinan PBPH. Cabut izin yang terbukti menghilangkan tutupan hutan dan menjadi dalang bencana ekologis, dan tolak WPR," jelasnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Andri Yushar Andria saat dikonfirmasi Jambi Ekspres merespons dengan hati-hati. Ia menyatakan bahwa data kehutanan bersifat sangat dinamis dan bergantung pada metode pemantauan yang digunakan, khususnya citra satelit.
BACA JUGA:Dorong UMKM Naik Kelas, BRI Jalin Kolaborasi dengan SOGO
"Data ini kan dinamis. Artinya mereka (Walhi) juga pasti memiliki data itu berdasarkan citra satelit. Kita nyatakan hari ini berhutan, mungkin sebulan atau setahun lagi bukan berhutan," ujar Andri (15/12).
Terkait angka spesifik deforestasi versi pemerintah, Andri tidak membeberkan angka pasti pembanding data Dishut. Ia justru menekankan bahwa indikator di lapangan saat ini relatif kondusif.
Terkait desakan moratorium (penangguhan) PBPH yang disuarakan Walhi, Andri menegaskan bahwa kewenangan perizinan sepenuhnya berada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sesuai dengan Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK).
"Kalau perizinan kan semua dari Kementerian. Di UUCK, pemanfaatan kawasan hutan hanya dua yakni Perizinan Berusaha atau Perhutanan Sosial. Mengenai tuntutan moratoriumItu kewenangan Kementerian. Sampai saat ini sih belum ada arahan moratorium," sebutnya. (*)