Ia menjelaskan bahwa restorasi gambut tidak bisa dilakukan secara sektoral. Apalagi Kementerian Kehutanan mencatat 80,15 persen dari total 8.594 hektare luas lahan yang terbakar sepanjang tahun ini adalah lahan gambut.
Dalam hal ini, potensi hujan akan ditingkatkan melalui rangkaian operasi modifikasi cuaca (OMC) yang menjadi salah satu cara pemerintah untuk menjaga kelembaban dan menurunkan risiko kebakaran.
Jika muka air gambut sudah berada di kedalaman dua hingga tiga meter maka menurut dia, kawasan tersebut perlu segera dibasahi.
Kementerian Kehutanan selain mengandalkan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki data tingkat kebasahan lahan, termasuk tinggi muka air gambut dalam menentukan risiko kebakaran juga merestorasinya.
“Jadi OMC itu tidak hanya dilakukan saat terjadi kebakaran. Justru sebelumnya, ketika memasuki musim kering, BMKG dan BNPB sudah turun ke spot-spot rawan untuk membasahi lahan gambut kita,” ujarnya.
Dia menekankan bahwa pendekatan terpadu yang melibatkan seluruh kementerian lembaga, aparat penegak hukum dan pemerintah daerah menjadi kunci dalam pencegahan - pemulihan dampak kebakaran di lahan gambut, yang selama ini menjadi titik rawan kebakaran lahan di Indonesia.
"Juga tak lupa kita memiliki relawan dalam Masyarakat Peduli Api/MPA di setiap daerah yang selalu responsif membantu. Nah menurut saya kegotong-royongan inilah yang tidak bisa dilakukan negara lain termasuk negara maju seperti Amerika Serikat," kata dia.
Selain itu, Raja Juli juga menyatakan tengah mempertimbangkan opsi untuk merilis secara reguler daftar tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tingkat nasional, sebagai komitmen transparansi dan edukasi publik dalam penanggulangan bencana tahunan tersebut.
"Dalam waktu dekat saya akan berkomunikasi dengan Kapolri agar para Kapolda bersama Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Gakkum) kami secara reguler menginformasikan perkembangan proses hukum terhadap para pelaku pembakaran," kata Menhut kepada ANTARA saat ditemui seusai rapat koordinasi karhutla nasional di Jakarta, Senin.
Menurut dia, pengumuman terbuka tersebut dapat menjadi bentuk fungsi edukasi sekaligus peringatan bagi masyarakat dan korporasi agar tidak melakukan tindakan pembakaran yang melanggar hukum.
Baginya penegakan hukum tidak hanya untuk menghukum pelaku, tetapi juga sebagai efek jera yang penting dalam mencegah pembakaran ulang pada masa mendatang.
Untuk itu pula pemerintah, menurut dia, harus menunjukkan konsistensi dalam tindakan hukum agar kepercayaan publik terhadap upaya mitigasi karhutla meningkat.
“Penegakan hukum tidak boleh hanya sekadarnya. Ini soal keadilan ekologis dan perlindungan warga negara dari bahaya asap dan krisis lingkungan,” ujarnya.
Raja Juli juga mengapresiasi langkah kepolisian, khususnya jajaran Polda Riau, yang telah menangani 43 kasus karhutla dengan total 51 tersangka. Ia berharap langkah serupa juga dilakukan di provinsi rawan lain seperti Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat.
“Semoga ini menjadi peringatan tegas: jangan pernah main api. Karena api bukan hanya membakar hutan, tapi juga masa depan kita,” ujarnya menegaskan. (ant)