Tetapi, diceritakan Kualam, bahwa pada saat mengasih uang 35 juta rupiah ini, orang suruhan oknum dokter berinisial D ini menyebutkan, pihak Kualam cukup membayar uang senilai 34 juta rupiah aja.
Setelah menjalani operasi, selama 8 bulan kaki Kualam tak kunjung membaik, malahan kakinya terus menerus mengalami pendarahan dan bernanah.
"Kami kontrol lagi kerumah sakit, akhirnya kata dokternya sudah kita bongkar lagi alatnya, kita bersihkan,"jelas Kualam.
Kemudian, pada bulan Agustus 2024, atas saran oknum dokter tersebut, pihaknya melepaskan alat bantu sendi lutut itu. Akan tetapi pada saat dilakukan pelepasan alat bantu sendi ini dilakukan oleh asisten dari oknum dokter D itu.
Selanjutnya dirinya dikasih dua pilihan oleh oknum dokter D itu, untuk memasang alat bantu sendi dengan model berbeda atau memasang alat bantu sendi yang model lama dengan membayar biaya sepeti sebelumnya.
"Dikasih dua pilihan sama dokter, macam mana kakinya kita matikan, dimatikan gimana?( tanya Kualam), kakinya ngak bisa ditekuk, bisa jalan tapi kayak robot. Jika ingin dipasang alat sebelumnya, dirinya diminta untuk membayar kembali," jelasnya.
Saat ini, kondisi kaki sebelah kiri Kualam tidak bisa digerakkan sebagaimana mestinya dan ada pembengkakan pada lututnya.
Untuk beraktivitas, Kualam terpaksa harus merangkak atau menggunakan alat bantu seperti kursi roda.
Kualam mengaku, pasca pemasangan alat bantu sendi ini, dan perawatan, dirinya telah menghabiskan uang lebih kurang 80 jutaan. Bahkan dirinya terpaksa harus menjual tanah tanah miliknya untuk memenuhi kebutuhan perawatan dan kebutuhan keluarganya.
Saat ini Kualam berharap dirinya mendapatkan keadilan dan kepastian kondisi kesehatan dirinya ini.
Sementara itu, Tarmizi selaku Kuasa Hukum Kualam, menyampaikan bahwa, dirinya telah mengirimkan surat somasi ke rumah sakit umum daerah Jambi dengan tembusan kementerian kesehatan Republik Indonesia.
"Dua kali kami kirimkan somasi, pertama kita layangkan di tanggal 20 November 2024, dan kedua, 18 Desember 2024. Belum ada jawaban," ujarnya.
Lanjut Tarmizi, nantinya pihaknya akan melakukan upaya hukum lainnya ke pihak berwenang karena ada dugaan maladministrasi.
"Dugaannya sementara ini baru maladministrasi, kemungkinan bisa berkembang," lanjutnya.
Sementara itu, Humas Rumah Sakit Raden Mattaher Jambi John mengatakan bahwa, pihak rumah sakit tidak pernah memungut biaya bagi pasien BPJS kelas tiga.Karena menurutnya, seluruh biaya pasien telah dicover atau ditanggung oleh pihak BPJS.
"Pihak rumah sakit tidak pernah meminta biaya tambahan kepada pasien yang menggunakan BPJS kelas tiga, itu tidak diperbolehkan, Haram hukumnya. Apabila ada oknum yang melakukan hal tersebut akan ditindak sesuai prosedur," ungkapnya.