Agribisnis kakao harus beradaptasi dengan tantangan-tantangan ini di tengah meningkatnya permintaan pasar akan produk yang berkualitas dan berkelanjutan.
Di Indonesia, penurunan produktivitas yang disebabkan oleh degradasi lahan, usia tanaman yang sudah tua, hingga keterbatasan sumber daya di kalangan petani kecil ikut memperburuk situasi. Selain itu, isu kualitas juga menjadi perhatian utama.
Pusat Standardisasi Instrumen Perkebunan (PSI Perkebunan), Kementerian Pertanian, telah aktif dalam merumuskan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI) untuk benih kakao.
Upaya perumusan RSNI benih kakao ini bertujuan untuk meningkatkan mutu benih kakao di Indonesia, memberikan acuan bagi produsen, melindungi konsumen, dan mendukung peningkatan produktivitas tanaman kakao nasional.
Selain itu langkah awal yang penting dalam memajukan industri kakao di Indonesia adalah memberikan perhatian khusus pada produksi kakao dalam negeri. Pengusaha perkebunan kakao perlu berfokus pada peningkatan mutu biji kakao yang mereka hasilkan.
Pemerintah juga telah menetapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) Biji Kakao, yaitu SNI 2323-2008-Amd1-2010 tentang Biji Kakao sebagai acuan mutu biji kakao Indonesia. Standar mutu ini adalah panduan penting untuk pengawasan dan pengendalian mutu.
Salah satu prasyarat menjaga mutu biji kakao tersebut adalah fermentasi. Mutu biji kakao yang baik akan meningkatkan harga jual biji kakao Indonesia, kesejahteraan petani, dan kepercayaan industri pengolahan kakao dalam negeri.
Hilirisasi
Hilirisasi kakao merupakan strategi penting untuk meningkatkan nilai tambah dan keberlanjutan industri kakao di Indonesia. Dengan tidak hanya bergantung pada produksi biji kakao mentah, hilirisasi melalui diversifikasi memungkinkan terciptanya produk-produk turunan kakao yang memiliki nilai ekonomi lebih tinggi serta dapat menarik pasar yang lebih luas.