Masa Depan Petani Coklat RI Cerah? Baca Tulisan Kuntoro Boga Andri

Jumat 08-11-2024,21:41 WIB
Reporter : Tim
Editor : Dona Piscesika

Meskipun Indonesia merupakan salah satu produsen kakao terbesar di dunia, negara kita masih mengimpor biji kakao mentah dalam jumlah signifikan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

 

Pada Tahun 2021, Indonesia mengimpor sekitar 133 ribu ton biji kakao, dengan nilai mencapai 340,2 juta dolar AS atau setara dengan Rp4,8 triliun. Hal tersebut dikarenakan produksi biji kakao dalam negeri belum mampu memenuhi permintaan industri pengolahan, baik dari segi kuantitas maupun kualitas.

 

Untuk mengurangi ketergantungan pada impor, diperlukan upaya peningkatan produktivitas dan kualitas biji kakao dalam negeri melalui peremajaan tanaman, pelatihan petani, serta penerapan teknologi pertanian yang lebih baik.

 

Isu sektoral

 

Petani kakao di Indonesia menghadapi beberapa tantangan di lapangan terkait usaha mereka. Harga jual yang rendah dan fluktuatif, terutama bagi petani kecil, membuat pendapatan mereka tidak stabil dan kurang menguntungkan. Hal ini disebabkan petani kesulitan dalam menjaga kualitas biji kakao karena keterbatasan pengetahuan tentang praktik budi daya kakao yang baik, termasuk proses fermentasi yang optimal. Kualitas biji kakao yang rendah menyebabkan harga jual yang lebih murah di pasar internasional.

 

Sementara itu, serangan hama, seperti penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular streak dieback (VSD), saat ini, sering kali menyerang tanaman kakao di lapangan.

 

Tantangan lain adalah biaya produksi yang tinggi. Harga pupuk dan bahan baku lainnya yang terus meningkat menjadi beban bagi petani. Petani kesulitan menjangkau pasar yang lebih menguntungkan atau menjual langsung kepada produsen cokelat, yang berdampak pada rendahnya keuntungan yang mereka peroleh.

 

Perubahan iklim menyebabkan pola cuaca yang tidak menentu, yang mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman kakao.

 

Kategori :