Pakar Hukum UNDIP Serukan Pengkajian Ulang Perkara Mardani H Maming Yang Menjadi Korban Makelar Kasus

Kamis 31-10-2024,11:04 WIB
Reporter : Tim
Editor : Misriyanti

JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Kesesatan hukum pada kasus Mardani H Maming memang nyata adanya,sejumlah guru besar dan akademisi mencatat ada banyak sekali kekeliruan dan kekhilafan hakim dalam memutus perkara tersebut. 

Kekeliruan dan kekhilafan hakim ini makin terlihat jelas dengan adanya kasus makelar hukum yang dilakukan oleh mantan Pejabat Eselon 1 Mahkamah Agung, Zarof Ricar.

Makelar kasus seperti Zarof ini bermain bukan hanya untuk membebaskan terdakwa, tetapi sebaliknya dapat pula atas pesanan pihak tertentu mengarahkan agar seseorang dipidana melalui rekayasa kasus, padahal tidak cukup bukti untuk dijatuhkan pidana.

Tindakan dari Zarof Ricar ini, merupakan secuil kasus dari mafia peradilan di republik Indonesia yang sudah berjalan lama.

Pendapat ini disampaikan oleh Prof Mahfud Md, dalam pernyataannya di akun youtubenya, disana Mahfud menyebut tindak tanduk Zarof selama menjabat harus ditelusuri oleh Jaksa Agung. 

Sudah menjadi makelar kasus sejak tahun 2012 – 2022, Mahfud menilai perlu adanya penelusuran pada kasus yang sudah Zarof tenggarai. 

"Harusnya perkara ini ditelusuri, kejaksaan harus buka lagi perkaranya. Kalau bisa disidang kembali. Biar tidak ada korban yang dihukum karena hanya menjadi kambing hitam," ujarnya. 

Ia menilai jika ada korban kambing hitam dalam sejumlah perkara yang terindikasi dalam kasus ini, bisa dilakukan Peninjauan Kembali.

Berdasarkan pernyataan Mahfud tersebut, satu kasus yang patut ditelusuri untuk Peninjauan Kembali adalah kasus Mardani H Maming sebagai terdakwa gratifikasi dan suap saat menjadi Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan.

Putusan Hakim yang memidana Mardani H Maming menurut guru besar Hukum Universitas Diponegoro (Undip) Prof Yos Johan Utama, syarat dengan kekeliruan.

Berdasarkan kajiannya, mantan Rektor Undip ini, mengkritisi penghukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Mardani H Maming terkait pasal yang dijeratkan kepada terdakwa.

Ia menyatakan bahwa keputusan Mardani H. Maming selaku Bupati terkait pemindahan IUP dari aspek hukum administrasi adalah sah dan tidak pernah dinyatakan batal oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), yang merupakan pengadilan berwenang dalam ranah hukum administrasi.

Apalagi ada keputusan Pengadilan Niaga yang sudah inkrah dan menyatakan itu murni hubungan bisnis dan bukan merupakan kesepakatan diam-diam.

“Pengadilan Tipikor, yang merupakan pengadilan pidana, tidak memiliki wewenang untuk menilai keabsahan keputusan administrasi tersebut. Oleh karena itu, tidak ada pelanggaran hukum administrasi yang bisa dijadikan dasar pidana, dan terdakwa tidak bisa dipidana,” ujarnya.

Lanjutnya, majelis hakim pidana diduga khilaf dan keliru karena ketentuan yang dijadikan dasar dituduhkan kepada terpidana yakni pasal 97 ayat 1 undang-undang 4 tahun 2009 tentang pertambangan, mineral dan batubara adalah salah Alamat, karena larangan itu ditujukan hanya untuk pemegang IUP dan IUPK.

Kategori :