JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Insiden kecelakaan yang sering terjadi di pelintasan sebidang, baik yang dijaga maupun yang tidak, telah menjadi pusat perhatian publik.
Tak hanya itu, kecelakaan ini menimbulkan kekhawatiran akan keselamatan pengguna jalan dan kereta api.
Salah satu dari sekian banyak kejadian adalah kecelakaan yang terjadi di pelintasan resmi terjaga pada Selasa, 19 Maret 2024, melibatkan KA Putri Deli dengan truk di pelintasan Pasar Bengkel Serdang Bedagai, Sumatra Utara yang mengakibatkan luka pada masinis serta asisten masinis dan kerusakan pada lokomotif.
Selain itu yang terbaru, kejadian pada Sabtu, 23 Maret 2024, melibatkan KA Airlangga dengan dua mobil minibus di pelintasan tidak resmi di Jalan Pahlawan, Kota Bekasi.
Kejadian kecelakaan yang melibatkan kereta api dengan kendaraan lain di pelintasan sebidang sangat merugikan karena dapat membuat sarana kereta api menjadi rusak bahkan tidak sedikit yang mengalami luka-luka bahkan memakan korban jiwa.
Pada periode tahun 2023 hingga Maret 2024, telah terjadi 414 kasus kecelakaan di pelintasan sebidang dengan rincian 124 meninggal dunia, 87 luka berat, dan 110 luka ringan.
VP Public Relations KAI Joni Martinus menegaskan, kereta api memiliki jalur tersendiri dan tidak dapat berhenti secara tiba-tiba sehingga pengguna jalan harus mendahulukan perjalanan kereta api.
“Seluruh pengguna jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api saat melalui pelintasan sebidang. Hal tersebut sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian Pasal 124 dan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114,” kata Joni.
Pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, Pasal 124 menyatakan yaitu, Pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api.
Kemudian pada UU 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 114 menyatakan yaitu, Pada pelintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain, mendahulukan kereta api, dan memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Banyak yang beranggapan bahwa KAI bertanggung jawab untuk menyediakan palang beserta rambunya di setiap pelintasan sebidang.
Namun, hal tersebut bukanlah tanggung jawab KAI. KAI hanya bertindak sebagai operator dan tidak memiliki kewenangan secara hukum untuk memasang palang pelintasan atau mengubahnya menjadi tidak sebidang seperti flyover maupun underpass.
Joni mengatakan sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan No 94 Tahun 2018 pasal 2, pengelolaan pelintasan sebidang tersebut dilakukan oleh penanggung jawab jalan sesuai klasifikasinya. Menteri untuk jalan nasional, Gubernur untuk jalan provinsi, Bupati/Walikota untuk jalan kabupaten/kota dan jalan desa, serta badan hukum atau lembaga untuk Jalan khusus yang digunakan oleh badan hukum atau lembaga.
“Peran pemerintah baik pusat ataupun daerah sangat diperlukan untuk mengurangi kejadian kecelakaan di pelintasan sebidang. KAI juga mendorong pemerintah untuk membuat pelintasan yang aman sesuai regulasi atau menutup pelintasan liar yang dapat membahayakan perjalanan kereta api dan keselamatan bersama,” ucap Joni.
Dari tahun 2023 hingga Maret 2024, KAI mencatat bahwa terdapat 1.514 pelintasan sebidang yang dijaga dan 2.556 pelintasan yang tidak dijaga. Selama periode yang sama, KAI telah menutup 157 pelintasan sebidang dengan tujuan untuk normalisasi jalur dan peningkatan keselamatan perjalanan kereta api.