JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk membekukan anggaran Kementerian/Lembaga (K/L) hingga mencapai Rp50,14 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2024.
Tindakan ini, yang disebut sebagai Automatic Adjustment, bertujuan untuk menyesuaikan belanja dan penerimaan negara guna memenuhi kebutuhan belanja yang lebih mendesak.
Automatic Adjustment mewajibkan semua K/L untuk memblokir sebagian anggaran yang belum menjadi prioritas pada awal tahun. Mereka diminta untuk menahan 5 persen anggaran mereka agar tidak langsung disalurkan. Kebijakan serupa telah diterapkan sebelumnya oleh Jokowi.
Pada tahun 2022 dan 2023, Sri Mulyani juga diminta untuk memblokir sementara anggaran belanja K/L sebagai respons terhadap kondisi ekonomi global yang tidak pasti.
Alasan dibalik pembekuan anggaran senilai Rp50,14 triliun ini adalah untuk mengantisipasi kemungkinan krisis tak terduga. Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Deni Surjantoro, menjelaskan bahwa situasi geopolitik global yang dinamis dapat berdampak pada perekonomian Indonesia. Anggaran yang diblokir akan tetap ada di Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) masing-masing K/L, namun tidak bisa langsung digunakan pada awal tahun. Tujuannya adalah untuk melatih K/L dalam membuat prioritas program dan menghindari penggunaan anggaran secara tergesa-gesa.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa salah satu tujuan Automatic Adjustment tahun ini adalah untuk meningkatkan anggaran subsidi pupuk.
Hal ini penting mengingat masuknya musim tanam dan anggaran awal yang tidak mencukupi. Namun, spekulasi juga muncul bahwa Automatic Adjustment dilakukan untuk membiayai program bantuan sosial (bansos), terutama menjelang Pemilu 2024. Pemerintah telah mengalokasikan dana besar untuk bansos, termasuk program Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang baru-baru ini dicanangkan.
Ekonom dari Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menyoroti bahwa kebijakan BLT pangan seharusnya menjadi bagian yang dapat ditunda dalam Automatic Adjustment.
Menurutnya, anggaran tersebut seharusnya digunakan dengan lebih bijak, terutama dalam kondisi ekonomi global yang tidak menentu. Meskipun demikian, ada pemahaman bahwa Automatic Adjustment diperlukan untuk menghadapi ketidakpastian ekonomi global, seperti yang dipaparkan oleh Ekonom Senior Indef, Faisal Basri. Namun, ia menegaskan bahwa mekanisme yang digunakan haruslah sesuai dengan aturan dan mendapatkan persetujuan DPR.
Pemahaman terhadap kebutuhan akan fleksibilitas anggaran dalam menghadapi kondisi ekonomi yang berubah-ubah menjadi kunci dalam penerapan Automatic Adjustment. Meskipun kontroversial, langkah ini diyakini akan membantu pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dan memenuhi kebutuhan prioritas masyarakat. (*)