101 Tahun Lalu Belanda ‘Menguras’ Minyak di Jambi Sampai Bisa Bangun Bandara

Jumat 24-11-2023,13:57 WIB
Reporter : Dona Piscesika
Editor : Dona Piscesika

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Belanda pertamakali masuk ke nusantara sekitar 427 tahun lalu atau sekitar tahun 1596.
 
Kedatangan Belanda saat itu, setelah mendapat kabar bahwa nusantara memiliki banyak komoditi rempah unggulan yang dibutuhkan Eropa.
 
Tak butuh waktu lama, 6 tahun masuk ke Indonesia Belanda kemudian mendirikan VOC.

VOC atau Vereenigde Oost-Indische Compagnie merupakan sebuah perusahaan dagang paling berpengaruh terhadap ekonomi dan politik Belanda.

Tentu saja VOC didirikan untuk tujuan menguasai dan memperdagangkan rempah-rempah yang berlimpah di bumi nusantara. Beberapa komoditi target VOC diantaranya cengkeh, kayu manis, lada, gula, teh dan lainnya.

Namun Belanda tak mau hanya berpuas pada sebatas rempah dan komoditi pertanian, ratusan tahun melakukan penelitian dan mendeteksi beberapa pulau, termasuk Sumatera, yang ternyata punya kekayaan perut bumi yang tak kalah berharganya, yaitu minyak bumi.

Belanda Mulai Buka Sumur Minyak di Jambi

Tahun 1922, atau sekitar 101 tahun lalu, pemerintah Hindia Belanda kemudian membuka secara resmi tambang minyak di Jambi melalui perusahaan minyak bernama NIAM.

NIAM kepanjangan dari NV Nederland Indishe Aardolie Maatschappij (NIAM). NIAM tak sendiri, tapi juga menggandeng perusahaan Amerika Shell.
 
Ada 3 lokasi yang menjadi wilayah operasi Belanda di Jambi yaitu Bajubang, Tempino, dan Kenali Asam.

Riang bukan kepalang Belanda, pengeboran ini ternyata di atas ekspektasi mereka, jumlah minyak di perut Jambi ternyata banyak minta ampun.  NV NIAM bahkan di awal produksinya mampu mendapatkan 30 ribu barel per hari.

Kualitas minyak Bajubang juga sangat luar biasa, Belanda menemukan minyak berkualitas terbaik di dunia di sini.

Minyak murninya memiliki tekanan kadar gas yang baik, serta kadar lilin yang rendah.

Bahkan NIAM juga menjuluki minyak Bajubang sebagai sumur terbaik dan terbesar di dunia.

Minyak dari Jambi pula yang kemudian dijadikan Belanda sebagai bahan baku utama untuk bahan bakar pesawat terbang pada masa revolusi.

Bangun Kota Baru Tinggalkan Kenangan Bandara

NIAM lalu mendirikan kantor megah di Bajubang. Di sana tiba-tiba disulap seperti kota baru, berbagai fasilitas dibangun NIAM, tak hanya rumah bagi bos bos NIAM, namun juga komplek perumahan karyawan, rumah sakit, gereja, lapangan olahraga dan berbagai fasilitas publik lainnya.

Namun sayang, minyak itu diambil Belanda di perut bumi Jambi, tapi yang menikmati bukan orang Jambi. Pekerja tambang saja banyak mereka datangkan dari Pulau Jawa.

Hanya ada beberapa fasilitas yang kemudian dibangun Belanda dari hasil perusahaan minyak di Bajubang, seperti jalan raya untuk perjalanan Jambi ke Tembesi.

Kemudian Lapangan Terbang Paal Merah (Kini Bandara Sultan Thaha Jambi), landasan pacu bandara itu pertama kali dibangun oleh Belanda dari hasil tambang minyak NIAM di Bajubang.

Tak hanya Bajubang, sebenarnya Belanda juga sempat melakukan pengeboran minyak di daerah Sridadi dan Malapari. Namun karena tambang minyak di sana mengandung gas beracun, Belanda kemudian menutupnya.

Belanda juga sempat bergeser ke Muara Tembesi, di sana juga dibuat sumur bor minyak di sekitar kawasan Pasar Tembesi, kemudian juga membuat sumur minyak di daerah Betung, hingga akhirnya menemukan harta karun besar di Bajubang dan semakin berfokus di Bajubang.

Minyak Jambi Tidak Disuling di Jambi

Meski menghasilkan jumlah minyak yang banyak dengan kualitas sangat baik, ternyata minyak yang dihasilkan di Jambi tidak tercatat oleh Belanda sebagai minyak dari Jambi.

Minyak-minyak itu dikirim ke Plaju Sumatera Selatan. Tahun 1935 Belanda membangun pipa sepanjang 275 km untuk mengirim minyak dari Jambi ke Plaju.

Biaya investasi NIAM untuk membangun pipa itu tidak sedikit, menelan biaya sekitar 3,5 juta Gulden.

Itu sebabnya, minyak-minyak asal Jambi itu kemudian tercatat dalam buku ekspor Belanda sebagai ekspor minyak Palembang.

Belanda Pergi Lalu Dikuasai Jepang

Tahun 1942 saat masa perang dunia kedua, kemudian sumur minyak di Bajubang dan sumur minyak lainnya di nusantara berhasil dikuasai oleh Jepang.

Jepang kemudian memperbaiki kerusakan tambang minyak yang ada di Jambi, tak hanya di Bajubang, namun juga di sumur minyak lainnya seperti di Kenali Asam, Betung, dan Senami, sehingga semua kembali bisa berproduksi.

Cukup lama Jepang menguasai tambang-tambang ini, hingga 3 tahun.

Setelah kemerdekaan RI, tahun 1946 tambang-tambang itu kemudian direbut kembali oleh pemerintah Indonesia.

BACA JUGA:305 Tahun Lalu Habib Husin Membawa Islam Pertama di Jambi dan Menikahi Gadis Turunan Tionghoa Sekoja

Belum ada Pertamina, ketika itu pemerintah mendirikan Perusahaan-perusahaan Minyak Republik Indonesia (PERMIRI) untuk mengelola sumur-sumur minyak sisa penjajahan Belanda yang sempat dikuasai Jepang itu.

PERMIRI pula yang kemudian berhasil menciptakan avtur atau bahan bakar minyak untuk pesawat.

Belanda Datang Lagi

Namun minyak Jambi masih dalam ingatan Belanda. Mereka tidak ikhlas sumur minyak yang mereka bangun diambil alih begitu saja.

Pada 29 Desember 1948, Belanda melakukan serangan di Jambi lalu berhasil menduduki lagi kilang minyak Bajubang. Bahkan pimpinan PERMIRI, R. Soedarsono sempat mereka sandera.

BACA JUGA:25 Tahun Depati Parbo Diasingkan di Ternate di Sana Ia Dianggap Dukun Sakti

Hingga akhirnya tahun 1958, Belanda menyerahkan kembali tambang-tambang minyak di Jambi ke pihak Indonesia, ke sebuah perusahaan bentukan pemerintah bernama Perusahaan Minyak Indonesia (Permindo).

Permindo pada tahun 1968 kemudian berubah menjadi PT. Pertamina. Di tangan Pertamina pula minyak di Bajubang dan berbagai wilayah kerja minyak lain di Jambi terus dikembangkan.

BACA JUGA:74 Tahun Lalu Pejuang Jambi Pasang Banyak ‘Ranjau’ di Lapangan Terbang Paalmerah dan Bakar Kilang Minyak

Meski  kini masa kejayaan minyak itu telah pudar, namun Jambi tetaplah terukir dalam sejarah, sebagai negeri penghasil minyak terbaik di dunia.

Hingga kini pun, kekayaan perut bumi Jambi masih demikian, masih menyimpan banyak potensi minyak dan juga gas, bedanya, dulu dijajah Belanda, kini beberapa diantaranya dikuasai perusahaan asing dalam skema: berkontrak dengan negara.  (*)

Berita dikutip dari berbagai sumber (buku, jurnal dan situs terkait sejarah minyak di Jambi)

Kategori :