KERINCI, JAMBIEKSPRES.CO.ID – Tari Rangguk, seni tari yang sangat indah ini ternyata dahulunya sekitar 600 tahun lalu dasarnya digunakan masyarakat Desa Kumun Kerinci untuk memuja arwah nenek moyang, tempat-tempat sakti dan tempat keramat.
Namun ketika itu namanya belum Tari Rangguk. Dikutip Jambi Ekspres dari keterangan Direktorat Warisan dan Diplomasi Budaya, Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, waktu zaman itu nama tariannya masih tari Nyambuk Jiyeo.
Nyambuk Jiyeo yaitu tarian yang dibawakan oleh orang tertentu di Desa Kumun untuk pemujaan dengan tujuan pengobatan dan minta kesembuhan dari berbagai penyakit fisik dan mental.
Tari pemujaan ini dilakukan sebelum Islam masuk ke Desa Kumun yang kini berada di Kecamatan Kumun Debai, Kota Sungai Penuh yang dulunya Kabupaten Kerinci.
Seiring dengan masuknya ajaran agama Islam, Nyambuk Jiyeo kemudian berkembang dan berubah menjadi seni Tari Rangguk atau disebut juga dengan Ranggauk.
Bahkan tari ini kemudian dijadikan sebagai media untuk penyebaran agama Islam melalui kesenian.
Berasal dari bahasa Desa Kumun, Rangguk bermakna “merangguk” yang berasal dari kata mereguk yang artinya bermenung sambil berfikir.
Tari Rangguk kemudian dikembangkan menjadi kesenian yang bernafaskan Islam dan digunakan pula oleh tokoh Kumun pada zaman itu sebagai media dakwah dalam penyebaran agama Islam di desa tersebut.
Tari rangguk ini makin dikembangkan bersamaan dengan datangnya para muballiq agama Islam.
Awalnya Tari Rangguk dilaksanakan secara massal, semua masyarakat boleh ikut menari atau merangguk bersama.
Tak ada batasan usia, laki-laki, perempuan, anak-anak remaja hingga dewasa dan orang tua, boleh Merangguk.
Tari Rangguk ketika itu memang dimanfaatkan untuk menarik perhatian masyarakat luas sambil menyelipkan nilai-nilai Islami berupa lantunan puji-pujian kepada Allah SWT.
Tak hanya melantunkan lagu Islami dengan irama khas, namun iringan lagu ini juga disertai dengan bunyi alat musik yang berasal dari alat sebagai pengiringnya.
Ketika itu, alat musik yang digunakan sangat sederhana, hanya menggunakan peralatan rumah tangga biasa, seperti panci, cawan, dan alat-alat sederhana lainnya.
Hj. Rosma, maestro Tari Rangguk dari generasi ke 5 adalah penerus aktif dari tari ini, Hj Rosma mendapatkan tari rangguk atau merangguk dari ayahnya, sedangkan ayahnya meneruskan dari kakeknya, begitu ke atas seterusnya.
Menurut Hj. Rosma, pada kisaran tahun 1946, tarian tersebut mulai ditata agar lebih menarik dan teratur.
Ibu Hj. Rosma mengganti peralatan rumah tangga yang selama ini dipakai dan dipukul sebagai gendang untuk mengiringi tarian, dengan sejenis rebana.
Menurut penuturan Hj. Rosma penggunaan rebana berasal dari kata Yaa Robbana (ya Tuhan kami). Hal ini sesuai dengan apa yang dimaksud oleh para muballiqh dalam menyiarkan agama Islam.
Rebana terdiri dari tiga ukuran, yaitu rebana kecil dipegang oleh penari, rebana sedang dipegang oleh penggendang dan rebana besar dipegang oleh penabuh atau peninting dan ditambah dengan gong.
Pada saat gendang dipukul bersamaan dengan tarian rangguk yang dilakukan sambil bernyanyi.
Selain penari ikut bernyanyi, ia juga memukul rebana kecil. Tari rangguk biasa ditampilkan untuk penghormatan kepada tamu, upacara adat, acara keagamaan, kenduri adat setelah tuai maupun pada saat pesta pernikahan.
Kini, Tari Rangguk telah menjadi identitas Sungai Penuh dan Kerinci secara umum.
Pertunjukan tari Rangguk kini dikaitkan dengan identitas sebuah wilayah atau desanya, misalnya Tari Rangguk Siulak berasal dari desa Siulak, tari Rangguk Semurup berasal dari desa Semurup. Termasuk tari Rangguk Kumun karena memang berasal dari Desa Kumun.
Pernah Ditampilkan Depan Presiden Soekarno
Tari Rangguk telah menjadi seni tari tradisional popular di Kerinci dan ditampilkan dalam acara adat maupun acara keagamaan.
Bahkan tahun 1960-an atau sekitar 60 tahunan lalu, Tari Rangguk kemudian ditampilkan di Kota Jambi di hadapan Presiden Soekarno yang saat itu sedang berkunjung ke Jambi.
Sejak itu, Tari Rangguk semakin terkenal dan terus berkembang pesat. Tari Rangguk juga tidak bisa dilepaskan dari kehidupan masyarakt desa Kumun dan juga desa lain di Kerinci dan sungai Penuh.
Tari Rangguk selalu hadir baik pada saat upacara adat, acara kesenian maupun kegiatan keagamaan. (*)