Arjuna tidak pernah mau main fisik sekalipun, terhitung sejak Arjuna duduk di bangku sekolah dari mulai taman kanak – kanak hingga jenjang bangku sekolah menengah atasnya, satu – satunya orang yang mengajak Arjuna duel di hari pertama bersekolah hanya Aresa.
Entah apa motivasi sahabatnya itu hingga mengajak Arjuna duel di hari pertama saat mereka kelas dua disekolah dasar. Pada dasarnya, Arjuna tidak pernah tertarik dengan kekerasan, kecuali pada Aresa saat itu yang cari masalah duluan dengan membuang bekal buatan mamanya, ternyata jika dipikir – pikir Aresa memang biang onar sejak dulu.
Arjuna juga punya Adela—adik perempuannya—yang kini tengah bersekolah di taman kanak – kanak. Tiga orang yang paling ingin Arjuna lindungi adalah Mamanya, Adela dan Aresa. Adela juga jadi salah satu alasan mengapa Arjuna tidak suka kekerasan fisik, ia tak ingin jadi abang yang mencontohkan hal buruk pada adik perempuannya, cukup Aresa yang kerap kali mendoktrin adiknya itu melakukan hal yang aneh. Lagipula kekerasan fisik hanya akan merugikan dirinya, ia berjanji pada mamanya, jika mamanya mendapat panggilan dari sekolah, Arjuna berjanji bahwa itu adalah panggilang untuk prestasi gemilangnya, dan Mama bisa berdiri tegak bangga akan pencapaiannya.
Tapi, hari ini Arjuna berdiri dengan sarung tinju ditangannya, dihadapannya berdiri sumber masalah kehidupannya selama seminggu belakangan, yang tak habis – habis buat telinganya pengang sebab dengar Aresa yang terus saja mengeluh dan membuat mood perempuan itu uring – uringan, Arjuna yang hampir 24 jam ada disekitar Aresa tidak tahan untuk setidaknya menghantar satu bogemen mentah pada Azer yang mengusik ketengan hidupnya.
“Kalo gue menang, terima maaf dari Aresa.” Arjuna bukan orang yang suka berbasa – basi dalam menyelesaikan masalahnya. Azer terkekeh mendengar permintaan Arjuna, selalu saja Aresa, Aresa, Aresa. Rasa muak Azer pada Aresa semakin besar, juga pada Arjuna yang kini bersiap – siap dengan kuda – kudanya.
Azer juga memasang kuda – kudanya, ia tidak pernah suka olahraga, tapi kali ini hanya demi harga dirinya, ia harus setidaknya merelakan wajahnya untuk biru – biru selama seminggu kedepan, “Si Aresa itu, sampai sehopeless itu ya, ngebuat lo duel sama gua supaya dimaafin!” Azer menjadi orang pertama yang melayangkan tinju, yang ditangkis sempurna oleh Arjuna.
“Gue benci dengan orang – orang yang sok berkuasa kayak kalian, yang sesukanya minta maaf tanpa merasa bersalah”
“Gue benci Aresa, yang ngebuat gue keliatan jahat di mata orang – orang. Padahal hari itu, Aresa dan lo datang sendiri tanpa raut merasa bersalah saat gue nahan sakit dijhit!”
Azer kini jadi satu – satunya orang yang melayangkan tinju dengan brutal, terhadap Arjuna. Sedang sang empu yang jadi sasaran, tidak sedikpun berniat membalas, hanya terus menangkis dan mengelak sedari tadi, hingga dirinya terpojok di sudut ring, dengan Azer yang bersiap kembali melayangkan pukulan kuatnya.
Arjuna memejamkan matanya, ia tidak bisa mengelak pukulan Azer sebab terpojok. Satu menit, dua menir, hening, Arjuna tidak merasakan sakit apapun, selain mendengar deru nafas sesak yang saling bersahutan, “Dan..gue benci orang yang seenaknya!” Ucap Azer pelan saat Arjuna membuka matanya dan tepat saat itu Azer menghantamkan tinjunya.
Bugh!
“Bajingan!” Umpat Arjuna memegangi pipinya, meringis dengan serangan Azer yang mendadak. Azer mengambil langkah mundur, kemudian berbaring di tengah ring dengan nafas tersengal. Keduanya tampak kacau, seragam sekolah keduanya lepek dan basah sebab keringat, belum lagi panas yang kini membuat keduanya terasa sangat pengap di ruang sempit ini. Azer terkekeh mendengar suara umpatan Arjuna.
“Ngapain ngajak duel kalo lo cuma bisa ngelak sedari tadi!” Kesal Azer melemparkan seragam sekolahnya pada Arjuna yang segera Arjuna tepis.
“Seragam lo bau, anjir!” Kesal Arjuna, ia duduk di sebelah Azer. “Gue masih manusia yang punya attitude dan etika, gua mau minta maaf awalnya, lo-nya kayak bajingan sok jual mahal buat gue lama – lama gedeg anjing! Kalo gue mau mukul juga, noh dahi aja belom beres jahitannya sok mau gue gebuk!”
“Bukannya memang dasarnya lo yang pengecut ya?” Tanya Azer, menggoda Arjuna untuk lebih marah.