JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Sinar Mas merupakan sebuah perusahaan besar di Indonesia. Pada tahun 1998, Sinar Mas pernah mengalami kebangkrutan yang luar biasa.
“Utangnya sampai USD 113 miliar. Macet. Pihak yang menghutangi lebih dari 150,” tulis kolumnis terkenal Indonesia Dahlan Iskan dalam tulisannya berjudul Juru Selamat, dikutip Jambi Ekspres dari disway.id Ketika itu menjadi fase terendah Sinar Mas. Utang yang ditanggung Sinar Mas kebanyakan disebabkan oleh bisnis sawit dan pulp and paper. Saat itu harga sawit dan pulp and paper memang sedang anjlok luar biasa. Dimana kelapa sawit cuma dihargai USD 350 per ton. Group Sinar Mas lainnya yaitu BII juga nyaris oleng karena harus menanggung utang Sinar Mas. Kondisi ini membuat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) ikut mengambil bagian sebagai juru selamat dalam upaya penyelamatan. BPPN lalu memberikan jaminan untuk Sinar Mas melakukan restrukturisasi bisnis, ada yang dipertahankan, ada yang dilepas, BII termasuk yang dilepas, bank itu kemudian beralih tangan berubah nama jadi Maybank. Sebenarnya jatuh bangun bisnis konglomerasi milik Eka Tjipta Widjaja itu bukan hanya terjadi tahun 1998 itu saja. Kata Dahlan Iskan, Sinar Mas pernah beberapa kali nyaris bangkrut. Namun yang terjadi kemudian adalah: Sinar Mas malah semakin besar. Setelah besar kembali untuk kesekian kalinya, Dahlan Iskan pernah bertanya kepada Eka Tjipta Widjaja, apakah membayangkan suatu saat akan bangkrut lagi?. “Jawabnya saya ingat seumur hidup: untuk perusahaan sekelas Sinar Mas sekarang ini tidak mungkin lagi bisa bangkrut. "Sudah terlalu besar untuk bangkrut," katanya. Itu diucapkan jauh sebelum krisis 1998 itu,” lanjut Dahlan Iskan. Namun kebangkrutan selalu membawa hikmah, sembari mencicil utang, Sinar Mas kembali bangkit. Bagian yang lepas diganti kembali, kehilangan BII, Tahun 2005 Sinar Mas kemudian membeli Bank Shinta yang terakhir menjadi Bank Sinar Mas. Cerita kebangkrutan yang bangkit kembali juga dicontohkan Dahlan Iskan pada kasus perusahaan Adani di Amerika yang bergerak di bidang infrastruktur dan layanan umum. Adani adalah perusahaan milik Gautam Adani, konglomerat bisnis raksasa India. Adani bangkrut setelah kehilangan USD 100 Miliar akibat dituding melakukan manipulasi saham oleh sebuah perusahaan investasi New York bernama Hindenburg Research. Hindenburg Research mengeluarkan laporan yang berisi tudingan manipulasi saham dan Adani dituduh melakukan praktik bisnis yang salah . Pasca mengalami kejatuhan yang luar biasa, adalah satu juru selamat Adani yaitu Rajiv Jain yang kemudian hadir sebagai dewa. Ia adalah konglomerat India, warga Amerika. “Selasa kemarin Rajiv membeli semua saham 4 perusahaan Grup Adani yang beredar di pasar modal. Rajiv mengeluarkan uang total USD 1,8 miliar. Sapu bersih. Dengan demikian harga saham tersebut itu tidak bisa turun lagi,” lanjut Dahlan Iskan. Kata Dahlan, pasca Rajiv memborong saham Adani, harga saham Adani langsung merangkak naik. Bisa jadi, 10 tahun lagi, grup Adani sudah jauh lebih besar dari sebelum krisis ini, sama seperti Sinar Mas, Setelah Jatuh Malah Jadi Tumbuh Besar Sekali. (*)