“Gue jatuh hati…” Arsena melirih pelan, Raka yang tengah menegak air jadi tertahan di kerongkongannya.
“Pada pandangan pertama,” Mata Arka nyaris keluar mendengar lanjutan kalimatnya.
“Sama Juandra.”
BYURRR
Arsena menutup matanya dengan mulut terbuka—terkejut. Sebab Raka yang tiba – tiba menyemburkan air dari mulutnya tepat di depan wajah Arsena. Kedunya mematung, Raka yang masih membantu, dan Arsena yang diam mencerna hal yang barusan terjadi. Raka buru – buru meraih tisu yang didekatnya, menarik kursi Arsena untuk lebih dekat dengannya.
“Maaf, gue nggak sengaja,” Raka berseru panik, ia lap wajah Arsena dengan tisu hati – hati, berharap amarah perempuan didepannya ini surut, karena Raka yakin Arsena pasti luar biasa kesal padanya. Namun, tebakannya meleset, saat Arsena membuka matanya dengan tatapan berkaca – kaca.
“Segitu kagetnya ya, Ka?” Tanya Arsena, kedua matanya memupuk air yang sekali kedip saja langsung jatuh.
“Apanya?” Ada deru yang tak bisa Raka ungkapkan, perihal rasa aneh yang buat dirinya gamang tiba – tiba, hingga tak sengaja keluarkan nada kelewat datar pada Arsena yang sedang ia benahi wajah basahnya.
“Gue juga pengen disayang, mirip Widia yang disayang sama Abian.” Adu Arsena, Raka tertawa kecil menanggapinya, mengacak rambut Arsena lembut.
Ari Hardianah Harahap--
“Lo disayang Arsena,” Jawab Raka lembut, “Lo disayang mirip Abian yang sayang sama Widia, lo disayang sama Anggara Rakandra.” Batin Raka, hari itu bukan Arsena saja nelangsa, Raka juga ikut nelangsa temani pujaan hatinya yang diam – diam ia ikat dalam hubungan persahabatan ini. (*)