Perusahaan Batu Bara Jambi Tidak Bisa Kabur Dari Tanggung Jawab Reklamasi

Selasa 27-12-2022,05:00 WIB
Editor : Dona Piscesika

JAMBI, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Data Komunitas Konservasi Indonesia Warsi menyebutkan, dari 10.332 hektar kawasan tambang terbuka batu bara yang ada di Provinsi Jambi, ternyata sebagian masih ada yang belum direklamasi, belum dipulihkan fungsinya. 

 

Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan perusahaan batu bara sepanjang tahapan usaha pertambangan, tujuannya untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya.

 

Di Provinsi Jambi, kegiatan tambang batu bara memang didominasi dengan metode surface mining atau tambang terbuka, dimana proses tambang dilakukan di atas atau relatif dekat dengan permukaan bumi, tempat kerjanya berhubungan langsung dengan udara bebas. 

 

Meski sistem tambang terbuka biayanya lebih murah dibanding tambang tertutup, namun tingkat pencemaran lingkungan yang ditimbulkan tambang terbuka cukup besar, belum lagi bekas galian yang bisa membahayakan dan butuh upaya untuk menimbun dan memulih kondisinya.

 

Direktur KKI Warsi, Adi Junedi mengatakan,  pemerintah harus lebih perhatian atas kondisi tambang batu bara Jambi saat ini khususnya dalam memulihkan ekologi pasca tambang.  Pemerintah daerah juga dihimbau untuk menekan dan mendorong pengusaha batu bara Jambi dalam merealisasikan reklamasi. 

 

Menanggapi hal ini Asosiasi Pengusaha Batubara Provinsi Jambi (APBPJ) angkat bicara. Direktur Eksekutif APBJ Sigit Eko Yuwono mengatakan, secara prinsip pemegang Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) batu bara Jambi tidak akan bisa lari dari tanggung jawab reklamasi. 

 

“Karena perusahaan batu bara Jambi telah menyerahkan rencana reklamasi pada saat mengajukan permohonan IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi, itu dipresentasikan lalu ditandatangani dalam bentuk perjanjian,” ujar Sigit. 

 

Tak hanya sampai di situ, perusahaan batu bara Jambi kata Sigit juga telah menempatkan dana jaminan reklamasi pasca tambang dalam bentuk cadangan akuntansi yang disahkan oleh notaris kepada Menteri melalui Dirjen  atau gubernur sesuai dengan kewenangannya. “Jadi tidak bisa main kabur saja,” ujarnya. 

 

Berapa dana jaminan yang dimaksud, Sigit tidak menjelaskan secara rinci. “Sesuai peraturan yang berlaku, itu telah ada rumus dan hitungannya, sesuai ketetapan pemerintah,” lanjutnya. 

 

Terkait dengan adanya data KKI Warsi yang menyebutkan masih ada tambang terbuka di Jambi yang belum direklamasi. Itu kata Sigit perlu dicek ulang dan perlu dijelaskan titik tambang yang mana yang dimaksud. 

 

Karena dalam kondisi tertentu, memang ada lokasi tambang yang ditinggalkan sementara oleh perusahaan karena harus pindah ke titik lain karena pertimbangan bisnis. “Namun bukan berarti ditinggalkan, perusahaannnya,  masih beroperasi di Jambi bahkan kadang masih di kawasan yang sama, bukan kabur lari dari tanggung jawab reklamasi,” lanjutnya lagi. 

 

Adanya regulasi reklamasi yang dibuat pemerintah diakui Sigit tak mudah bagi perusahaan batu bara Jambi lari dari tanggung jawab. “Sejauh ini  belum ada data yang masuk kita  perusahaan yang lari atau kabur dari tanggung jawab itu,” lanjutnya. 

 

Lantas bagaimana pengawasan pemerintah daerah terhadap proses reklamasi tambang batu bara di Provinsi Jambi saat ini?. Harry Endria, Kepala Dinas ESDM Provinsi Jambi saat dikonfirmasi Jambi Ekspres mengatakan, sejak tahun 2020, pemerintah daerah tidak lagi punya kewenangan melakukan pengawasan terhadap perusahaan batu bara yang beroperasi di Jambi. 

 

“Kewenangan itu beralih ke Kementerian ESDM,” ujarnya. Kesulitan pemerintah daerah kata Harry Endria, tak hanya dalam pengawasan, namun juga dalam membina perusahaan tambang. “Sejak Desember 2020 seluruh kewenangan itu telah beralih ke pusat, mulai dari perizinan, pembinaan hingga pengawasan,” lanjutnya lagi. 

 

Pemerintah Provinsi Jambi juga diakui Harry Endria, tidak bisa langsung mengawasi dana jaminan reklamasi perusahaan batu bara Jambi, yang disebut-sebut dideposit atau ditempatkan oleh perusahaan sebagai jaminan proses reklamasi akan dilaksanakan pasca kegiatan tambang. 

 

Sementara itu, Kordinator Inspektur Tambang Kementerian ESDM Provinsi Jambi, Redo Gusman saat dikonfirmasi Jambi Ekspres terkait hal ini, tidak memberikan jawaban yang spesifik. “Sesuai dengan arahan pimpinan kami, terkait dengan informasi silahkan berkomunikasi dengan Hotline yang ada di Ditjen Minerba,” ujarnya melalui chat WA. Sayang, hotline yang dimaksud beberapa kali dicoba hubungi, tidak berhasil. 

 

BACA JUGA:Sebagian Kawasan Tambang Batu Bara Jambi Belum Direklamasi. Tambang Paling Luas Ada di Kabupaten ini

 

Seperti yang diberitakan sebelumnya, hingga saat ini, data KKI Warsi, mencatat bahwa tambang terbuka batu bara di Provinsi telah mencapai 10.332 hektar. Ini tersebar di tujuh kabupaten dalam Provinsi Jambi. 

 

Adapun urutannya berdasarkan luas adalah

1. Batanghari 3.236 hektare

2. Bungo 2.836 hektare

3. Sarolangun 2.536 hektare

4. Tebo 1.367 hektare

5. Muaro Jambi 220 hektare

6. Tanjung Jabung Barat 101 hektare

7. Merangin 37 hektare

 

Melihat luasnya kawasan tambang terbuka di Jambi, KKI Warsi juga menghimbau pemerintah untuk mengatasi dampak sosial yang ditimbulkan. 

 

Salah satunya kini terkait angkutan hasil tambang batu bara yang  banyak berimplikasi pada kehidupan masyarakat luas. Terlihat dari masih digunakannya jalan publik untuk angkutan batu bara. 

 

BACA JUGA:9.476 Angkutan Batu Bara Jambi Akan Ditempel Stiker Sebelum Lalu Lalang di Jalan Raya Umum, Supaya Apa?

 

KKI Warsi juga mengimbau pemerintah daerah untuk menekan pengusaha batu bara agar  tidak menggunakan jalur transportasi umum dalam pengangkutan hasil tambang batu bara. 

 

Perusahaan batu bara Jambi kata Adi Junedi harus melewati jalan khusus yang dibuat oleh perusahaan, bukan menggunakan dana publik. “Alternatif lainnya batu bara bisa menggunakan jalur sungai," kata Adi Junedi lagi. 

 

Kategori :