JAKARTA, JAMBIEKSPRES.CO.ID - Aparatur Sipil Negara (ASN) kuras kantong untuk jadi pemodal bupati atau walikota maju di pilkada. Ini sudah sangat sering terjadi.
Pengamat Politik, Ujang Komarudin mengatakan, kondisi ini diduga sering terjadi jika Bupati atau Walikota yang diusung akan maju dua periode. Mulai dari Kepala Dinas, Camat, Lurah yang mestinya mereka netral, tapi jika sudah diminta tolong oleh incumbent yang ingin maju periode kedua, maka mereka yang akan mencari duitnya, kara Ujang Komarudin seperti dikutip Jambi Ekspres dari disway.id, Sabtu 8 Oktober 2022. Biasanya para ASN ini tak sendiri, mereka akan jadi pemodal bersama para pengusaha. "Ada dua pemodal biasanya, pertama modal dari pengusaha kedua dari birokrasi tadi. Dari Kepala Dinas yang bermain di belakang layar," lanjut Ujang. Dari mana para ASN ini mendapat uang? Diungkapkannya, dari proyek di dinas dijadikan sumber dana. Ini dibilang pas karena banyak proyek yang dikerjakan di setiap dinas daerah. "Karena dinas yang punya duit. Camat yang nyari. Bukan hanya nyari duit, dia yang nyumbang uangnya karena banyak proyek-proyek di dinas-dinas itu," ungkapnya. "Kedua, dinasnya juga nyari suara atau massa. Nyari pemilih dan ihal begini banyak terjadi di tiap daerah. Diakui atau tidak, nyatanya seperti itu." lanjutnya lagi. Tentu saja fakta yang sering terjadi ini bertentangan dengan aturan yang berlaku. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, pasal 11 huruf C, untuk menjaga netralitas ASN, wajib menaati tujuh larangan selama Pemilukada. Berikut tujuh larangan yang harus ditaati ASN selama Pemilukada: 1. ASN dilarang melakukan pendekatan terhadap partai politik terkait rencana pengusulan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah. 2. ASN dilarang memasang spanduk/baliho yang mempromosikan dirinya ataupun orang lain sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah. 3. ASN dilarang mendeklarasikan dirinya sebagai bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah. 4. ASN dilarang menghadiri deklarasi bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan atau tanpa menggunakan atribut bakal pasangan calon/atribut partai politik. 5. ASN dilarang mengunggah, menanggapi (like, komentar, dan sejenisnya) atau menyebarluaskan gambar/foto bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah, visi misi bakal calon/bakal pasangan calon kepala daerah, maupun keterkaitan lain dengan bakal calon/bakal pasangan calon melalui media online maupun media sosial. 6. ASN dilarang melakukan foto bersama dengan bakal calon kepala daerah/wakil kepala daerah dengan mengikuti simbol tangan/gerakan yang digunakan sebagai bentuk keberpihakan. 7. ASN dilarang menjadi pembicara/narasumber pada kegiatan pertemuan partai politik. (disway)