“Jangan lelah walau susah, yang namanya usaha nggak ada yang percuma, sia – siapun pasti ada maknanya”
-Jee-Wan Si Bijak Yang tiba tibayamaha-- >>>***<<< Ini entah sudah bacaan keberapa yang Bian baca, tentang manusia yang berandai – andai jika semesta lain benar adanya, sedang apa mereka disana, hidup mereka yang susah disemesta yang mereka jalankan kini, mereka harapkan agar diri mereka di semesta yang lain tidak merasa sakit yang sama. Bian tahu hal ini memiliki banyak sudut padang, sebagian dari manusia menggapnya hanya hiburan begitu juga Bian, namun sebagian lainnya beranggapan serius berharap diri mereka yang lainlah yang bahagia dibanding mereka kini. Bagaimana jika nantinya semesta yang lain itu tak benar ada bukan kah mereka begitu menyia – nyiakan kehidupan mereka kini. “Lo semua apa – apa dipikiran berat – berat, jenius kagak yang ada lo gila!” Kesal Sandi yang tengah mengemil kacangnya bersama Jingan yang terus saja mengangguk, setuju terhadap segala perkataan Sandi, yang membuat Bian berekspresi seolah, ‘Orang bodoh mana lagi yang ia temui kini’, Sandi yang seolah mengerti raut wajah Bian segera memukul kepala Jingan sedikit keras, “Lo kalo bego jangan dekat – dekat gue juga entar gue ikut – ikutan bego!” Ujar Sandi yang dibalas Jingan dengan tendangan kuat di bokong Sandi. “Dekat lo gue merasa pintar, lo mah gila bukan lagi bego.” Balas Jingan, melempar sisa plastik kacang camilan mereka, asyik berdebat dengan Bian sebagai penonton dan Jinan yang tiba – tiba saja menggebrak meja kuat. “Berisik!” Kesal Jinan meninggalkan ketiga temannya dengan buku matematika tebalnya, menyisakan tiga orang dengan tampang watados andalan masing – masing mereka. “Napa tuh temen lo?” Tanya Bian bingung yang direspon dengan mengangkat Pundak serentak oleh Sandi dan Jingan. “Sensi lagi putus cinta kali.” Balas Sandi asal yang langsung ditertawai oleh Jingan, “Goblok, dia mah sensi gara gara mtk, lo kali yang sensi gegera putus cinta,” Ujar Jingan, “Eh nggak deng, lo mah bukan putus, yang ada nyata tapi tak tergapai. Udahlah beda kasta, beda segalanya, eh tuhannya sekalian ikutan beda!” ejek Jingan terpingkal – pingkal yang dibalas Sandi dengan pukulan kuat tidak kuat di perut Jingan. “Bian noh yang sensi, napa jadi gue!” Kesal Sandi, Jingan kembali terpingkal – pingkal, “Si Bian mah gue tau banget, si pencundang yang penting katanya ia bahagia, sama kayak si Jinan, belum apa – apa aja udah nol besar!” Jingan tentu tahu kisah asmara sahabat – sahabatnya, walau sebaik apapun mereka menutupinya. “Yok bisa Yok, baru stress belum gila aja kita!” Semangat Sandi. “Asrama – asrama, tugas lo noh mikir remed aja sok bahas cinta!” Julid Bian meninggalkan Sandi dan Jingan serta tatapan tanya mereka. (bersambung)