Pada bagian lain, peristiwa penyerangan terhadap anggota TNI di Papua juga direspon Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras). Pihak Kontras menilai peristiwa itu merupakan buntut dari buruknya penegakan hukum di Papua. Kinerja aparat penegak hukum pun dipertanyakan, terutama untuk kasus-kasus sensitif.
Koordinator Badan Pekerja Kontras Haris Azhar menyatakan, pemerintah pusat tidak sensitif terhadap rantai kekerasan yang terjadi di Papua. Akibatnya, jatuhnya korban pun tidak mengenal status baik itu warga sipil maupun aparat TNI. \"Kami mempertanyakan model operasi dan instruksi pengamanan yang diterapkan di Papua,\" ujarnya. Dia juga mempertanyakan keberadaan dan status empat warga sipil yang ikut tewas.
Haris menyatakan, pihaknya mendesak agar operasi militer yang disampaikan oleh Panglima TNI diganti dengan operasi penegakan hukum oleh Mabes Polri. Kemudian, pihaknya juga meminta operasi penegakan hukum itu dipimpin langsung oleh Presiden SBY.
\"Kami juga mendorong Polri agar memenuhi kriteria penegakan hukum pidana di Indonesia dengan menyertakan Komnas HAM dan Kompolnas dalam operasi,\" lanjutnya. Dia menambahkan, pemerintah pusat sebaiknya tidak membuat pernyataan-pernyataan yang bisa menyulut kecemasan di Papua.
(pri/byu/dim)