JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sangat geram atas peristiwa penyerangan kelompok bersenjata di Papua yang menyebabkan gugurnya 8 prajurit TNI dan 4 warga sipil, hari Kamis lalu. Bahkan, SBY yang tengah melakukan kegiatan turun ke bawah (turba) di wilayah Jawa Tengah mempercepat jadwal kepulangannya ke Jakarta.
Setiba di Jakarta, SBY langsung memimpin rapat kabinet terbatas bidang politik, hukum, dan keamanan untuk membahas langkah-langkah mengatasi situasi krisis di Papua. Usai menggelar rapat selama dua jam, Menkopolhukam Djoko Suyanto menegaskan tidak ada perubahan status apapun di Papua. Penegasan ini menutup semua kemungkinan akan ditetapkannya status Papua menjadi daerah operasi militer (DOM).
\"Tidak ada peningkatan status apapun di wilayah Papua,\" kata Djoko di Kantor Presiden, kemarin (22/2). Menurut dia, Presiden SBY meminta pendekatan kesejahteraan dan ekonomi terus dikedepankan. \"Jadi, tidak ada perubahan pendekatan,\" tegasnya.
Meski begitu, lanjut Djoko, operasi penegakan hukum dalam keadaan tertib sipil juga harus tetap ditegakkan. Semua langkah harus dijalankan secara tepat, proporsional, dan terukur dalam koridor hukum. Terutama dalam melakukan pengejaran ke para pelaku. \"Tapi, tidak dengan cara-cara pembalasan dendam,\" tegas mantan Panglima TNI, itu.
Selain itu, Djoko juga memastikan tidak ada penambahan pasukan dari luar Papua. \"Kalau nanti membutuhkan penambahan peralatan, itu akan ada evaluasi dari TNI dan Polri,\" katanya.
Penyerangan berdarah oleh kelompok sipil bersenjata itu terjadi di dua distrik di Kabupaten Puncak Jaya, yakni Distrik Tingginambut dan Distrik Sinak. Sebelumnya, Djoko menyebut penyerangan itu diduga dilakukan oleh dua kelompok berbeda.
Kelompok Goliath Tabuni yang melakukan penyerangan di daerah Distrik Tingginambut. Dalam aksi itu Pratu Wahyu Bowo tewas di lokasi dan Lettu Inf Reza mengalami luka tembak di lengan kiri.
Sedangkan, kelompok Murib beraksi di Distrik Sinak. Penyerangan di distrik itu menewaskan tujuh anggota TNI dan empat warga sipil. Selain itu, seorang anggota TNI terluka dan seorang lainnya hilang.
Menurut Djoko, serangan di Sinak kemungkinan terkait dengan hasil pemilihan Kabupaten Puncak yang hasilnya akan diumumkan hari Sabtu ini. \"Biasa, dimana-mana juga terjadi ekses-ekses pilkada antara kelompok yang kalah dan kelmpok yang menang, mereka berhadapan, melakukan tindak kekerasan. Kalau di tempat lain hanya sekedar bertengkar, berkelahi. Tapi di Papua bisa saja menimbulkan korban cukup banyak, karena mereka membawa panah, tombak,\" katanya.
Penjelasan Djoko itu cukup aneh. Untuk diketahui, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Puncak Jaya memang bertetangga. Tapi, distrik Sinak berada di wilayah Kabupaten Puncak Jaya, bukan Kabupaten Puncak. Selain itu, penyerangan tidak dilakukan dengan tombak atau panah, melainkan senjata api. \"Ya itu kan hasil analisa,\" kata Djoko.
Terkait penyerangan di Distrik Tingginambut, Djoko menyebut memang baru ada penempatan pos-pos TNI dan Polri di lokasi yang dianggap rawan. \"Kemungkinan kelompok-kelompok ini tidak senang, karena mengganggu aktivitas mereka dan membuat mereka merasa terganggu kenyamanannya,\" ujar Djoko.
Pemerintah pusat juga berharap banyak pada hasil pilgub Papua yang sekarang masih berperkara di Mahkamah Konstitusi. Gubernur yang baru, kata Djoko, diharapkan bisa menjembatani komunikasi dan upaya rekonsiliasi dengan kelompok-kelompok yang selama ini membuat ulah, onar, menganggu ketertiban, dan tindak kekerasan.
\"Secara lisan kami sudah berkomunikasi dengan calon-calon gubernur yang ada. Mereka sudah menyatakan kesanggupannya untuk menjalin komunikasi itu,\" katanya.
Pemerintah mengakui masalah Papua memang isu yang sangat sensitif. Isu Papua, terang Djoko, berhubungan tidak hanya dalam lingkup domestik, tapi juga dunia internasional. Mencakup NGO, media internasional, dan pegiat-pegiat HAM yang menaruh perhatian dengan perkembangan Papua.
\"Karena itu, Presiden menekankan penanganan setiap isu dan dinamika yang ada di Papua harus dilakukan dengan tepat dan proper, tidak boleh ada ekses-ekses yang bisa menimbulkan sentimen negatif, baik dalam skala domestik, maupun internasional,\" tegas Djoko.