Dapil II Merangin Lumbung Suara
JAMBI – Kemenangan kandidat calon bupati dan wakil bupati Merangin sangat ditentukan oleh kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat di dapil II Merangin. Karena, dapil II tersebut memiliki pemilih terbanyak, dibandingkan dengan dapil lainnya. Catatan koran ini, Dapil II memiliki jumlah suara 79.333. Kemudian, disusul oleh Dapil I 76.223 suara yang meliputi, Bangko Barat, Nalo Tantan, Batang Masumai, Renah Pembarap, Sungai Manau dan Pangkalan Jambu. Selanjutnya Dapil III, Pamenang, Pamenang Barat, Renah Pamenang dan Pamenang Selatan dengan 51.123 suara dan terakhir, Dapil IV 31.165 suara dari Kecamatan Tiang Pumpung, Muara Siau, Lembah Masurai, Jangkat dan Sungai Tenang.
Dengan kondisi diatas, wajar saja, para kandidat memperebutkan suara di dapil II ini. Makanya, hampir semua kandidat memilih pasangan dari Dapil II. Seperti Nalim berasal dari Dapil II. Kemudian, Haris juga berpasangan dengan Khafid yang juga berasal dari Dapil II. Selanjutnya, Handayani yang juga berpasangan dengan Jailani yang juga berasal dari Dapil II. Termasuk Syukur yang memiliki pasangan berasal dari Dapil II, Fauziah.
Menurut pengamat politik Jambi, Jafar Ahmad, persaingan perebutan suara di dapil II ini akan sangat ketat. Bahkan, dirinya memprediksikan, di dapil II ini suara tidak akan fokus ke satu kandidat.
‘’Semuanya terpecah-pecah,’’ tukasnya.
Menurutnya, secara kuantitas, Nalim dirugikan, karena di Dapil II banyak terdapat masyarakat Jawa, sementara wakilnya bukan dari etnis Jawa.
“Nalim akan kesulitan memperebutkan suara Jawa. Secara etnis, di Tabir masa komunitas Jawa akan memilih Jawa. Karena orang ini cenderung mengidentifikasi diri bukan dimana dia tinggal, tapi dari mana asalnya. Masyarakat Jawa akan cenderung ke Kafid, dan orang asli Tabir akan ke Nalim dan sebagian ke kandidat lainnya,” jelasnya.
“Jadi selain Nalim, kemungkinan besar hanya Haris yang bisa merebut suara dari Dapil II ini. Haris diuntungkan dengan mengambil pasangan dari tokoh Jawa ini. Kalau tidak terpecah secara komunitas, Nalim akan diuntungkan,” sambungnya.
Perpecahan suara Dapil II ini, selain karena komunitas, juga karena munculnya para tokoh Dapil II yang maju, baik sebagai calon nomor satu maupun pendamping. Seperti Nalim misalnya, calon bupati yang berpasangan dengan Salam ini berasal dari Dapil II. Handayani juga menggaet Jalaini yang berasal dari Dapil II, termasuk Syukur yang mengambil pasangan dari Dapil II. Sementara Haris berpasangan dengan Kafid Moein yang berasal dari etnis Jawa yang juga banyak terdapat di Dapil II.
“Karena banyak kandidat calon yang merebut suara dari sini, suara akan terbagi. Tapi karena hanya Nalim kandidat nomor satu, suara orang Tabir asli mayoritas akan ke Nalim, masyarakat sekarang sudah mengerti posisi nomor satu dan posisi nomor dua. Masyarakat akan menaruh harapan kepada kandidat nomor satu ini. Calon yang lain juga akan dapat suara, tapi jumlahnya tidak signifikan,” tukasnya.
Selain itu, dijelaskan Jafar, karena waktu pemilihan sudah dekat masa sosialisasi sudah selesai, yang harus dilakukan kandidat saat ini adalah menjaga jangan sampai ada momentum luar biasa untuk memecahkan suara.
“Misalnya ada yang tiba-tiba terkena kasus asusila, atau ada black campain masalah moralitas, ini akan memiliki pengaruh,” ujarnya.
Kemudian yang perlu dilakukan oleh calon, memastikan ditiap titik ada tim sukses, misalnya per TPS atau per RT. Tim ini yang bertugas memberikan informasi kepada kandidat untuk memastikan kondisi yang ada di lapangan.
“Kalau sempat longgar akan bahaya. Kemungkinan besar, siapa yang paling banyak punya tim, itu akan cenderung lebih banyak mendapatkan suara. Secara logika, orang yang mempunyai tim sukses yang banyak, tentu akan memberikan banyak informasi ke public untuk memilih,” tandasnya.
Nasuhaidi, Pengamat politik lainnya, juga mengungkapkan hal yang tidak jauh berbeda dengan Jafar. Menurutnya, karena banyaknya calon yang maju dari Dapil tersebut, tentunya calon akan mengklaim ini akan menjadi basis masa mereka.