Anggaran Buat Kepentingan Politik
JAMBI – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2013 diprediksikan rawan penyimpangan. Karena tahun ini merupakan tahun politik yang tentunya membutuhkan banyak cost politik. Sedangkan pimpinan daerah yang merupakan penentu kebijakan dalam penggunaan anggaran merupakan orang politik.
‘’Ada indikasi ke arah itu. Karena memang ongkos politik kita cukup mahal. Sedangkan untuk memenangkan pemilihan legislatif itu dibutuhkan biaya yang cukup besar,’’ tutur pengamat ekonomi, Dr Pantun Bukit, kemarin.
Dikatakan dosen Fakultas Ekonomi Unbari ini, penyimpangan-penyimpangan APBD ini bisa saja dilakukan melalui proyek titipan. Dan modus-modus lainnya seperti pengelembungan dana proyek. ‘’Praktek KKN dalam penunjukkan proyek ini dapat saja terjadi,’’ tegasnya.
Oleh karena itu, dia mengharapkan aparat inspektorat, BPK dan BPKP yang ada di daerah agar optimal dalam melakukan pengawasan. Sehingga APBD bisa digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kepentingan masyarakat.
‘’Bukan untuk kepentingan golongan. Karena memang pimpinan daerah kita ini orang partai, tidak independent,’’ tukasnya.
Pengamat Hukum, Musri Nauli SH sendiri menyebutkan, praktek penyimpangan dalam penggunaan dana APBD ini sulit dibuktikan. Apalagi penyimpangan untuk kepentingan politik. ‘’Misalnya kepala daerah kunjungan kerja ke daerah-daerah tertentu untuk memberikan bantuan. Kita tidak tahu, itu apakah motif politik atau tidak. Dan ini sulit untuk dibedakan,’’ tukasnya.
Disebutkannya, penyimpangan dana APBD untuk kepentingan politik ini juga sulit dibuktikan secara hukum. Apakah kepala daerah menggunakan dana untuk kepentingan politik atau tidak. ‘’Apakah rentan atau tidak sulit untuk dibuktikan,’’ tutur pengacara kondang tersebut.
Sementara itu, Kepala Bappeda Provinsi Jambi, Fauzi Anshori, kepada harian ini, menerangkan, porsi anggaran dalam APBD Provinsi Jambi perbandingannya sebesar 52 persen untuk belanja langsung dan 48 persen untuk belanja tak langsung.
\"Di dalam 48 persen itulah untuk belanja gaji pegawai, hibah dan samisake. Dana itu langsung ditransfer ke daerah. Ada juga bantuan di Diknas, beasiswa dan bantuan sosial lainnya yang memakai dokumen perencanaan. Namun yang terbesar samisake. ,\" katanya kepada harian ini.
Diterangkannya lagi, dari sebesar 48 persen untuk belanja tak langsung itu, sambungnya, perbandingannya untuk kepentingan publik sebesar 30 persennya. Sementara untuk belanja pembayaran gaji pegawai sekitar 70 persen dari 48 persen anggaran belanja tak langsung tersebut.
\"Ya yang lain belanja samisake dan hibah sebesar 30 persennya dari 48 persen belanja tak langsung itu yang bisa dimanfaatkan untuk publik. Karena itu diterima daerah, jadi itu biaya untuk publik,\" jelasnya.
Ditanya, adakah peningkatan anggaran untuk biaya bantuan sosial? Dia menyebut ada. Khususnya untuk samisake yang sebelumnya tak semua Kecamatan mendapatkan bantuan ini.
\"Kalau samisake sudah jelas hitungan kita Rp 1 miliar 1 kecamatan. Itu sudah given. Ketika kecamatan ada sebanyak 131 Kecamatan, maka nilainya Rp 131 miliar. Terakhir ini kan berkembang, dan jumlah Kecamatan bertambah 7 Kecamatan ada di Kerinci dan sungai Penuh jadi 138 Kecamatan. Namun 7 Kecamatan itu baru terima 2014. Untuk 2013 menginduk kepada Kecamatan induk. Kan loktus dan orangnya sama tinggal bagi wilayah,\" sebutnya.