JAKARTA-Jumlah money changer atau pedagang valuta asing (PVA) yang izinnya dicabut Bank Indonesia (BI) semakin besar. Hingga akhir tahun lalu, tercatat ada 285 PVA yang tidak lagi mengantongi izin dari otoritas moneter. Beberapa perusahaan diindikasikan terlibat praktik money laundering atau pencucian uang.
Direktur Departemen Hubungan Masyarakat BI Peter Jacobs mengatakan, mayoritas PVA yang ditutup tersebut bertransaksi dengan nilai yang cukup besar. Namun, kegiatan transaksional tidak didukung informasi dan data sesuai dengan aturan. Padahal, sesuai dengan ketentuan, kata dia, perdagangan valas juga wajib menerapkan prinsip know your customer untuk pihak-pihak yang bertransaksi dalam jumlah besar.
\"Kan kalau PVA seperti ini rentan pencucian uang. Mereka sudah ditegur, namun masih saja nakal,\" ungkapnya kepada Jawa Pos kemarin (23/1). Selain diindikasikan mencuci dana ilegal, banyak PVA yang izinnya dicabut lantaran tidak lagi beroperasi.
Merujuk data terakhir BI, DKI Jakarta merupakan wilayah dengan pencabutan izin PVA terbanyak, yakni 187 perusahaan. Kemudian diikuti Denpasar dan Batam, yang masing-masing 44 dan 19 perusahaan. Di kota besar lain seperti Surabaya dan Medan, masing- masing ada delapan PVA yang izinnya dicabut.
Peter menjelaskan, ke depan BI terus mengawasi dengan ketat kegiatan PVA agar tetap sesuai dengan ketentuan. Terlebih, saat ini aparat hukum menengarai pejabat melakukan pencucian uang lewat money changer. Namun, dalam hal ini, PVA tetap memiliki izin jika transaksi tersebut telah dicatat sesuai dengan ketentuan. Kecuali jika PVA sengaja ikut serta melakukan pencucian uang.
\"PVA memang tidak bisa mengetahui uang tersebut untuk money laundering. Yang penting, ada pelaporan yang dilakukan ke PPATK. Nanti PPATK yang memutuskan apakah transaksi penukaran tersebut dianggap pencucian uang atau bukan,\" paparnya.
Di satu sisi, BI juga telah menerbitkan izin PVA baru. Hingga Desember 2013, terdapat 897 PVA baru yang memperoleh izin bertransaksi. Jumlah terbanyak adalah wilayah DKI Jakarta dengan penerbitan 347 izin baru. Berikutnya, Batam dan Denpasar yang masing-masing 130 dan 124 PVA baru. Dengan demikian, jumlah PVA bukan bank berizin hingga Desember 2013 mencapai 898 perusahaan, tak terlalu berubah jika dibandingkan dengan 2012 sebanyak 897 PVA.
Pada akhir tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga mencabut izin pialang asuransi PT Paladin International. Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Nonbank (IKNB) Firdaus Djaelani mengatakan, sejak dicabut izinnya pada 27 Desember 2013, perusahaan itu tidak boleh lagi menjalankan kegiatan usahanya. \"Seluruh utang dan kewajiban harus diselesaikan. Papan nama di kantor pusat dan cabang juga harus diturunkan,\" tegasnya.
(gal/c7/sof)