Saya datang di Paris untuk belajar dari berbagai sumber sekaligus mencari solusi atas masalah yang sedang melilit umat Islam selama bertahun-tahun di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Yakni, kontroversi penetapan kalender Hijriah, khususnya penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri. Sebuah masalah yang semestinya sudah tidak perlu terjadi pada zaman yang sudah modern dengan kemajuan sains dan teknologi yang sedemikian canggih.
Sebelum bertemu Thierry Legault, astrofotografer Prancis yang akan saya undang ke Indonesia untuk memberikan workshop, saya menyempatkan diri berkunjung ke Observatoire de Paris di Meudon. Di sana saya menemui seorang kawan yang sedang menyelesaikan studi doktoral. Dia adalah Lucky Puspitarini. Gadis kelahiran Jakarta itu masih berusia 26 tahun. Dia lulus cum laude S-1 Astronomi ITB, S-2 di Prancis, dan kini mengerjakan disertasi doktoral yang diharapkan selesai akhir tahun ini. Judulnya The 3D Distribution of Interstellar Gas and Dust in the Galaxy: Preparation for Analysis GAIA Observations.
Lucky sangat antusias ketika menerangkan masalah-masalah astronomi. Apalagi soal debu dan gas antarbintang yang menjadi tema tugas akhirnya. Sambil mengajak saya berkeliling kawasan observatoire, dia menjelaskan material yang menjadi bahan dasar benda-benda langit, termasuk bumi dan benda tata surya lainnya.
\"Peralatan astronomi kini semakin canggih. Dan itu sangat memudahkan kita untuk menganalisis kondisi ruang angkasa dengan detail,\" terangnya.
Karena itu, dia termasuk orang yang sangat prihatin dengan kontroversi yang dialami umat Islam soal penetapan awal Ramadan dan Idul Fitri. Menurut dia, bulan adalah benda langit yang paling dekat dengan bumi. Jaraknya hanya sekitar 380.000 km. Fase-fase perputarannya sudah sangat dikenal. \"Karena itu, saya sungguh heran, kenapa hal yang seperti ini masih menjadi masalah bagi kita,\" tuturnya.
Karena itulah, Lucky sangat mendukung upaya saya untuk mengintip \"bulan sabit\" baru dengan cara mendatangkan pakar astrofotografer dari Prancis serta mempraktikkan penggunaan teknik dan peralatan yang lebih memadai untuk melihat bulan terbit. Sebab, sesungguhnya pada 8 Juli 2013 Thierry Legault telah berhasil membuktikan bahwa bulan sabit bisa diintip dari Eropa dengan menggunakan peralatan astrofotografinya.
Lantas, bagaimana jika diintip dari Indonesia\"
(bersambung/c11/ari)