\"Paling cepat sebulan, tapi ada juga yang sampai enam bulan. Kalau lama, itu karena kasusnya ruwet dan melibatkan mafia,\" ujarnya.
Di samping waktunya yang lama, pekerjaan Warsito mengancam jiwa. Dia dan keluarga mengaku sudah kenyang menerima ancaman dari pihak yang tengah diselidiki. Bentuknya melalui telepon, surat kaleng, sampai bingkisan berisi tikus mati yang dikirimkan ke kediaman Warsito. Karena itu, semua anaknya memiliki pengawal pribadi.
Awal mula Warsito tertarik dengan seluk-beluk kejahatan asuransi adalah ketika bekerja di bidang asuransi. Setelah meraih gelar sarjana muda jurusan hukum di Universitas Airlangga pada 1969, dia bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Bahkan, Warsito sempat menjadi kepala cabang di Jember. Sembari bekerja, dia meneruskan sekolah hingga jenjang S-1 di Universitas Negeri Jember. Pada 1975 dia memutuskan pindah ke Jakarta. Dia bekerja di Bank Bumidaya dan ditempatkan di bagian asuransi. Dalam waktu yang sama, dia melanjutkan studi S-2 di Fakultas Hukum UGM. Tidak lama kemudian, Warsito memutuskan keluar dari bank itu untuk mendalami bidang hukum, khususnya terkait kejahatan asuransi.
\"Kalau saya pilih hukum pidana atau perdata, sudah banyak. Karena itu, saya pilih yang langka, hukum asuransi. Sampai sekarang masih jarang yang menekuni bidang ini karena memang rumit dan risikonya tinggi,\" tandas Warsito.
(*/ari)