Selain itu, saat ditanya kenapa pemerintah masih mengizinkan truk batubara melintas dijalur umum, sementara Perda Nomor 13 dan Pergub Nomor 18 bahkan diperkuat dengan Maklumat Forkopinda yang melarang truk batubara menggunakan jalur darat. Soal ini Haswan mengaku tidak bisa komentar dengan dalih bahwa dirinya hanya melaksanakan tugas sesuai perintah atasan.
“Kalau itu sayo dak tau. Mendingan lansung saja tanya ke atasan saya. Yang jelas kita hanya menjalankan tugas sesuai perintah atasan,” pungkasnya.
Sementara itu, AR Syahbandar, anggota Komisi III DPRD Provinsi Jambi menegaskan, Gubernur harus duduk bersama kembali dengan Danrem dan Kapolda Jambi. Hal ini dirasakan penting, karena dia menilai, tim terpadu yang dibentuk tak bisa berbuat untuk mengawal Perda ini.
“Gubernur harus duduk bersama dengan Danrem dan juga Kapoda untuk mencarikan solsusi. Ini tak bisa lagi dibiarkan, harus ada penyelesaiaannya dan solusi bagaimana menjalankan Perda ini,” ungkapnya.
Perda soal angkutan batu bara sudah dibuat bersama. Jika ada kendala selanjutnya, katanya, diharapkan Gubernur berkonsultasi dengan DPRD Provinsi. Dia juga menjelaskan, jika dikatakan pelaksanaan Perda ini gagal, maka bukan hanya kegagalan Gubernur semata.
“Perda ini dibuat bersama antara eksekutif dan legislatif. Artinya kalau gagal dan kalau ada kendala kan menjadi tanggung jawab bersama,” tegasnya.
Dia menuding, banyak pihak bermain dalam urusan angkutan batu bara yang dilarang melintas di jalan umum ini. Dikatakannya, jika tak ada keterlibatan semua pihak, maka urusan penertiban angkutan batu bara yang tak dibolehkan menempuh jalur umum ini akan sulit diselesaikan.
“Ini persoalan sulit, terlalu banyak yang bermain. Makanya kami meminta Gubernur duduk bersama kembali dengan Danrem dan juga Kapolda untuk membahas soal ini,” tandasnya.
Sementara itu, Sukamto Satoto, pengamat hukum Jambi menerangkan, ada 3 indikator berjalannya aturan hukum. Yang pertama, katanya, adalah adanya aturan itu sendiri, lalu yang menjalankan yakni pemerintah dan yang harus mentaati, dalam hal ini masyarakat.
“Masyarakat disini adalah angkutan batu bara dan juga perusahaannya. Mereka kan sudah diatur jelas di dalam Perda itu, maka harus diikuti,” ungkapnya.
Soal, apakah ada yang salah di dalam Perda ini sehingga perlu dibahas dan direvisi kembali, dia mengatakan sebenarnya tak perlu. “Perda itu sudah dibuat sedemikian rupa. Kalau mau berkata siapa yang salah, ya harusnya angkutan itu mentaati aturan ini,” tegasnya.
Menurutnya, dalam pelaksanaan Perda ini, unsur ketiga yang memang membuat Perda tak berjalan dengan baik. Yakni masyarakat, dalam hal ini perusahaan dan juga angkutan batu bara yang selalu saja berusaha melawan Perda ini.
“Kan mereka harus lewat jalur khusus atau jalur sungai. Dulu sebelum dibuatrkan Perda kan sudah disepakati, kalau jalur khusus akan dibangun oleh perusahaan. Sampai Perda akhirnya dikeluarkan, kalau tidak salah sampai 2 tahun itu jalur khusus tak dibuat,” ungkapnya.
Akhirnya, kata dia, pemerintah meminta perusahan dan juga angkutan batu bara melewati jalur sungai. “Makanya yang harus ditertibkan itu memang masyarakatnya, dalam hal ini perusahaan dan angkutan batu baranya,” tandasnya.
(cr13/wsn)