JAMBI - Mantan Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jambi, Sepdinal dituntut 7 tahun penjara. Bendahara Kwarda Pramuka Jambi, periode 2009-2011 ini terdakwa kasus dugaan korupsi dana rutin Kwarda Pramuka Jambi.
Dalam pembacaan tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum Jaka B Wibisana mengatakan terdakwa telah terbukti bekerjasama melakukan penyimpangan dana Kwartir Daerah (Kwarda) Pramuka Jambi periode 2009-2011 senilai Rp 1,580 miliar.
Selain dituntut hukuman pidana 7 tahun penjara, terdakwa Sepdinal juga dikenakan membayar denda senilai Rp 200 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara. Dan tidak dikenakan membayar kerugian negara.
Tuntutan yang dibacakan Djaka menyatakan terdakwa, terbukti bersalah pada dakwaan Primair Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1) KUHP.
“Menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan turut serta melakukan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan perbuatan berlanjut,”ujar JPU, Djaka, saat membacakan tuntutan pada sidang kemarin.
Dihadapan majelis hakim, JPU, Sinurat mengatakan bahwa berdasarkan keterangan ahli Abul Khoir, dana rutin Kwarda Pramuka yang bersumber dari hasil kebun sawit adalah keuangan negara yang harus dikelola secara tertib dan bertanggungjawab.
Hal itu dikarenakan, Kwarda Pramuka Jambi belum memperoleh Hak Guna Usaha (HGU) atas pencadangan lahan yang diberikan oleh Pemerintah Provinsi Jambi melalui SK Gubernur tahun 1992. Sampai saat ini menurut jaksa, Kwarda Pramuka Jambi baru memiliki izin pencadangan tanah.
“Terdakwa bendahara Kwarda Pramuka Jambi, Sepdinal dan ketua Kwarda Pramuka Jambi, AM Firdaus tidak melaksanakan ketentuan keuangan negara secara tertib,”kata Sinurat di hadapan majelis.
Oleh karenanya, kata Sinurat terjadi penyimpangan dalam kurun waktu 2009-2011. Terdakwa bersama ketua Kwarda Pramuka, AM Firdaus tidak melakukan konsultasi dengan Majelis Pembimbing Kwarda dalam mengeluarkan dana dan bertentangan dengan AD/ART Kwarda Pramuka.
Diantaranya, pengeluaran dana diluar program kerja senilai Rp 506,610 juta, biaya perjalanan dinas dan personel yang melebihi standar dengan total
Rp. 210.106 juta, dan pengeluaran tidak didukung bukti Rp. 863.328 juta.
Ada beberapa hal yang memberatkan tuntutan. Terdakwa dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, perbuatan terdakwa mengakibatkan kerugian negara.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa belum pernah dihukum, masih harus bertanggung jawab terhadap anak isteri.
Atas tuntutan, memakai kemeja lengan panjang bergaris hitam dipersilahkan oleh ketua Majelis Hakim, Paluko Hutagalung untuk berkonsultasi.
Setalah itu, Sarbaini, kuasa hukum terdakwa meminta waktu selama dua Minggu untuk mempersiapkan nota pembelaan.
Namun mengingat proses sidang yang harus cepat diselesaikan, Paluko Hutagalung hanya memberikan waktu satu minggu untuk membacakan pleidoi.
“Kita berikan satu minggu, dan pergunakanlah dengan sebaik-baiknya,” kata Paluko.
Dalam kesempatan itu, Sarbaini mengajukan surat pengalihan penahanan mengingat kesehatan terdakwa yang harus diperhatikan. Majelis kemudian meminta pendapat kepada JPU. Dengan alasan untuk mempermudah proses hukum, jaksa tidak sependapat.
“Tapi semuanya adalah kewenangan dari majelis,” tandas Sinurat.
Sidang kembali digelar Rabu (25/6) pekan depan di Pengadilan Tipikor Jambi, dengan agenda pembacaan nota pembelaan atas tuntutan (Pleidoi).
Seusai sidang, kepada wartawan, Sarbaini mengatakan ada keragu-raguan jaksa dalam menuntut. Namun di sisi lain, pihaknya juga berterimakasih karena jaksa tidak menuntut membayar uang ganti kerugian negara. \"Mestinya kalau memang perbuatan itu memang benar dilakukan secara sendiri maupun bersama-sama, kerugian negara harusnya di tanggung,\" katanya.
\"Tapi dengan hal ini, mungkin itu kemudahan yang diberikan kepada klien kami, khusus itu,\" katanya.
Namun, Jaksa berpendapat, kerugian negara tidak diberatkan kepada Sepdinal karena sudah dibebankan kepada terdakwa lainnya, yakni ketua Kwarda Pramuka Jambi periode 2009-2011, AM Firdaus.
Sarbaini menilai tuntutan tujuh tahun untuk Sepdinal terlalu berat.
Disebutkan apabila kliennya harus dibebaskan maka seharusnya dilakukan.