Industri Hulu Migas dan Lingkungan Hidup

Selasa 24-06-2014,00:00 WIB

Kegiatan pertambangan kerap diidentikkan dengan perusakan lingkungan. Bagaimana dengan industri hulu migas?

Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi (migas) terdiri atas dua aktivitas utama yaitu pencarian cadangan migas komersial (eksplorasi) dan pengangkatan migas ke permukaan bumi (produksi). Pengeboran merupakan aktivitas inti pada tahapan eksplorasi dan produksi. Pengeboran ini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena kedalaman sumur bisa berkisar 500 sampai 3000 meter atau bahkan lebih dari itu.

 

Namun, berbeda dengan pertambangan umum yang membutuhkan pembukaan lahan yang luas, industri hulu migas hanya membuka lahan terbatas untuk tapak sumur yaitu lokasi tempat beberapa kepala sumur berada dan untuk fasilitas produksi.

 

Kebutuhan lahan untuk membangun fasilitas produksi dan jaringan pipa memang tidak sedikit, tetapi tata letak ruangnya tidak memerlukan area terbuka yang besar. Keberadaan kawasan konservasi akan sangat dipertimbangkan dalam rancangan bangunan fasilitas migas. Contohnya di pedalaman Riau, untuk membatasi pembukaan lahan, setiap tapak sumur didesain untuk beberapa sumur produksi dan pengeboran dilakukan secara miring (directional) dan horizontal. Di beberapa lokasi lain, kawasan hutan di sekitar daerah operasi hulu migas justru menjadi kawasan hutan yang masih terjaga termasuk habitat yang hidup di dalamnya.

 

Aspek perlindungan lingkungan memang menjadi salah satu perhatian utama industri hulu migas. Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sebagai lembaga negara yang mendapat mandat melaksanakan kegiatan usaha hulu migas melalui fungsi pengawasan dan pengendalian memiliki satu bagian yang mengawasi perlindungan lingkungan dalam operasi hulu migas sejak tahap eksplorasi hingga produksi.

 

Pengawasan yang dilakukan untuk memastikan kegiatan pengelolaan lingkungan oleh perusahaan migas sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (Kontraktor KKS) memperlancar kegiatan operasi dan menaati semua peraturan yang berlaku. Pengawasan dilakukan semenjak penyusunan rencana kerja dan anggaran hingga tahap pelaksanaan di lapangan.

 

SKK Migas mewajibkan Kontraktor KKS untuk melakukan kajian awal saat mereka akan mulai mengoperasikan sebuah wilayah kerja melalui penyusunan Environmental Baseline Assessment (EBA). Studi EBA yang baik akan menginformasikan daya dukung dan limitasi lingkungan permukaan untuk kegiatan eksplorasi dan produksi migas. Informasi ini berguna sebagai dasar pengambilan keputusan berbasis risiko. Saat akan beproduksi, Kontraktor KKS wajib memiliki dokumen lingkungan yang sudah disetujui pemerintah beserta perizinan terkait lainnya.

 

Upaya melindungi lingkungan tidak hanya dilakukan saat operasi masih aktif, tetapi juga setelah lapangan tidak berproduksi. Kontraktor KKS diwajibkan mencadangkan dana restorasi dan rehabilitasi wilayah kerja (Abandonment and Site Restoration). Dana ini diperlukan untuk membongkar fasilitas dan memulihkan lingkungan sesudah wilayah kerja tidak berproduksi lagi.

 

Tags :
Kategori :

Terkait