JAKARTA - Tingginya penetrasi Bank Pembangunan Daerah (BPD) dinilai masih belum didukung oleh penguatan permodalan dan tata kelola perusahaan yang baik. Hal ini dikhawatirkan akan memicu tekanan terhadap kinerja finansial BPD di tengah pelemahan perekonomian di tanah air.
Analis Fitch Rating Iwan Wisaksana mengatakan, akses kepada permodalan baru merupakan tantangan terbesar BPD di Indonesia untuk mendukung pertumbuhan kredit perseroan. \"Posisi finansial pemerintah daerah di Indonesia, yang merupakan pemegang saham mayoritas BPD cukup lemah. Sehingga mereka sangat terbatas menyediakan modal untuk bank,\" ungkap Iwan, kemarin (19/8).
Apalagi, menurut Iwan, banyak pula BPD yang tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Khususnya kontrol internal yang lemah, akuntansi yang minim, dan tidak efektifnya manajemen risiko BPD. \"Intervensi dari pemerintah daerah juga membuat tim manajemen bank sulit untuk melakukan bisnis secara pruden,\" jelasnya.
Saat ini terdapat 26 BPD di 31 provinsi di Indonesia. Dengan penguasaan pasar yang besar di masing-masing wilayah, akan tetapi kontribusi terhadap keseluruhan sistem perbankan masih cukup kecil. Yakni sekitar 8 persen dari total aset perbankan pada akhir 2013. \"Kami rasa dukungan dari pemerintah pusat penting untuk keberlangsungan BPD. Karena BPD bisa membantu Pemerintah untuk menyalurkan dana ke masyarakat dan membiayai proyek-proyek pemerintah,\" tuturnya.
Sebelumnya, minimnya modal Bank Pembangunan Daerah (BPD) diproyeksi menjadi penghambat utama untuk melaksanakan perintah regulasi agar bank induk melakukan spin-off atau memisahkan unit usaha syariah (UUS) menjadi Bank Umum Syariah (BUS). Lantaran itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berwacana untuk mendorong merger alias penggabungan UUS yang dimiliki oleh BPD.
Deputi Komisioner OJK Mulya Siregar mengatakan, dari 17 UUS BPD di tanah air, hanya sekitar lima UUS yang memiliki induk dengan permodalan kuat. \"Yang modalnya kuat antara lain BPD Jawa Timur dan Kalimantan Timur. Yang lainnya sulit (permodalan induk). Karena mungkin hanya punya Rp 100 miliar - Rp 200 miliar saja,\" terangnya.
(gal)