Besarkan Pabrik Dulu, Baru Dirikan Museum

Kamis 25-09-2014,00:00 WIB

Perjalanan Santosa Doellah 58 Tahun Menekuni Dunia Batik

 

 Sejak usia 15 tahun, batik menjadi cinta pertama Santosa Doellah. Selama 58 tahun, laki-laki yang kini berusia 73 tahun itu menggeluti dunia batik. Mulai menjadi kolektor, menulis buku, hingga mendirikan museum batik di Solo, Jawa Tengah.

 

 DINDA LISNA AMILIA, Solo

 

 AROMA bunga setaman menguar begitu memasuki Museum Batik, Jalan Brigjen Slamet Riyadi, Solo. Aroma itu berasal dari mangkuk-mangkuk kecil berisi bunga mawar, melati, kenanga, dan kantil yang diletakkan di sudut-sudut ruangan. Ada pula sebaran merica putih di sekitar mangkuk-mangkuk tersebut.

 Jangan salah duga. Itu bukan sesaji untuk menolak bala. Melainkan ramuan yang membuat batik harum terus sepanjang masa. Selain itu, ramuan tersebut konon bisa mempertahankan warna asli batik.

 Itulah museum milik kolektor batik Santosa Doellah. Museum tersebut berada di dalam Dalem Wuryaningratan, yang semula merupakan kediaman keluarga KRMH Wuryaningrat, menantu raja Kasunanan Surakarta saat itu, Paku Buwono X. Santosa Doellah yang juga dikenal sebagai owner Batik Danar Hadi membelinya pada 1997 seharga Rp 28 miliar. Pada 2000 Santosa menyulapnya menjadi kompleks wisata batik terlengkap di Indonesia.

 Selain museum, di kompleks Dalem Wuryaningratan yang luasnya 400 meter persegi tersebut, terdapat pendapa dan Ruang Sasono Mangunsuko. Ada pula workshop pembuatan batik. Namun, lantaran tempat yang dibutuhkan untuk membuat batik semakin besar, sejak Agustus lalu workshop itu  dipindah ke pabrik di Pabelan, Solo, sekitar 20 menit dari Dalem Wuryaningratan. 

 Museum Batik mengoleksi 10 ribu potong kain batik dari berbagai kawasan, dalam dan luar negeri. Juga aneka corak dan warna. Sebagian koleksinya, sekitar 600 potong, dibeber sebagai pajangan di sebelas ruangan berdasar kategori tertentu. Di antaranya batik Belanda, Tiongkok, Djawa Hokokai, India, keraton, sudagaran, petani, Indonesia, dan produksi mereka sendiri, Danar Hadi.

 Menurut Santosa, di antara ribuan batik koleksinya, yang paling mengesankan adalah batik warisan Belanda yang kini berusia 174 tahun. Batik itu diperoleh dari hasil pelelangan dengan harga Rp 300 juta.

 \"Batik itu termasuk koleksi paling istimewa di museum ini,\" ujar Santosa ketika ditemui di sela-sela persiapan perayaan Hari Batik Nasional dan peringatan Hari Ulang Tahun Ke-47 Danar Hadi di Solo Sabtu lalu (20/9). Hari Batik jatuh pada 2 Oktober nanti, sedangkan ulang tahun Danar Hadi pada 26 September lusa.

 Santosa mengaku mulai menyenangi batik ketika usianya baru 15 tahun. Dan kesenangan itu sampai sekarang tidak pernah pudar. \"Saya tidak pernah bosan-bosannya menyenangi batik. Hampir seluruh hidup saya untuk batik,\" tambah pengusaha yang tidak sempat menamatkan pendidikannya di Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran Bandung karena memilih berfokus mengembangkan usaha batiknya tersebut.

 Bagi Santoso, museum menjadi cara tersendiri untuk menuangkan kecintaannya kepada batik. Sebab, dengan museum itu, dia bisa tetap memandangi koleksi batik kesayangannya sekaligus dapat melestarikan khazanah kekayaan budaya Nusantara tersebut.

Tags :
Kategori :

Terkait