Sedih, Pesawat Kebanggaan Itu Kini Mangkrak

Jumat 28-11-2014,00:00 WIB

 Khusus untuk ATR, dua pilot Indonesia itu sempat menguji kemampuan stall pesawat yang kini menjamur di hampir seluruh dunia tersebut. Produsen sebenarnya sangat membatasi tes yang tergolong membahayakan itu. Sebab, ketika daya dorongnya sengaja dilebihkan, pada titik tertentu, hidung pesawat bisa berada di atas dan kehilangan kecepatan. Jika seorang pilot tidak segera bisa menguasai kembali, pesawat bisa jatuh dengan pola spiral atau yang dikenal dengan istilah deep stall.

 Namun, karena kebutuhan untuk mendapatkan data performa pesawat secara lebih lengkap, Sumarwoto tetap melaksanakan tes itu. \"Kami tetap stall dan ternyata tidak deep stall. Pilot Indonesia memang gendeng-gendeng,\" ujarnya mengenang masa-masa indah itu lalu tersenyum.\"

 Tahap membangun kepercayaan terhadap performa pesawat sebelum N250 benar-benar terbang terus dilakukan. Misalnya, pengujian kestabilan pesawat lewat sejumlah rangkaian tes high speed taxi run. Pesawat dipacu dengan kecepatan tinggi di landasan seperti balapan, kemudian di-refresh.

 Tes terakhir dilakukan pada dua hari sebelum terbang pertama. Saat itu, kemampuan terbang awal N250 dicoba, mirip dengan penerbangan perdana yang sesungguhnya. Setelah pesawat melaju di landasan, switch take-off, lalu diangkat sedikit. Bedanya, pesawat harus segera di-landing-kan lagi ketika sudah terangkat sedikit. Begitu terus dilakukan berulang-ulang mirip anak burung yang baru belajar terbang.

 \"Semua harus belajar dari hal-hal kecil, tidak boleh langsung mabur. Tapi, yakinlah, N250 itu pesawat hebat. Sayang, sekarang malah mangkrak,\" kata Sumarwoto menyesalkan.

 Dia menceritakan pengalamannya membawa N250 dalam sejumlah air show di luar negeri. Salah satunya, demo penerbangan di Paris, Prancis. Setelah take-off, pesawat penumpang berkapasitas 50 orang yang diterbangkannya itu langsung bermanuver. Mulai wing over dengan jarak pendek, dilanjutkan dengan over head.

 \"Pokoknya, saya tekuk-tekuk itu N250 membentuk seperti Jembatan Semanggi dan ternyata pesawat itu bisa. Semua tepuk tangan kagum dengan performance pesawat itu,\" bebernya.

 Sayangnya, krisis moneter pada 1997\"1998 membuat proyek N250 dihentikan. Padahal, saat itu, pesawat yang seluruhnya merupakan karya anak-anak bangsa tersebut mulai dipesan. \"Kami sangat sedih, prihatin. Tapi, mau bagaimana lagi?\" katanya.

 Yang jelas, kepercayaan yang diperoleh Sumarwoto untuk menerbangkan perdana N250 itu tidak didapat dengan mudah. Berbeda dengan Erwin, Sumarwoto memulai karir terbang dari jalur TNI-AU. Mengikuti jejak orang tuanya yang juga prajurit TNI-AU, bapak tiga anak itu memulai karir militer dari tingkat prajurit tamtama.\"

 Namun, karena berprestasi, dia dikirim untuk mengikuti seleksi masuk pendidikan Akabri (kini Akmil) dan lulus. Setelah menyelesaikan pendidikan di Magelang, Sumarwoto terpilih dalam seleksi untuk menjadi calon penerbang. Dalam pendidikan tersebut, catatan sebagai yang terbaik kembali diraih. Dari 25 orang angkatannya, dia mendapat trofi sebagai lulusan terbaik.\"

 Dari situ, Sumarwoto kemudian mengikuti penjurusan untuk spesialisasi. Dia pun terpilih masuk sebagai penerbang fighter (pesawat tempur). Sebuah spesialisasi yang membutuhkan kemampuan khusus, terutama terkait dengan reaksi cepat tanggap menghadapi berbagai keadaan.\"

 Setelah melewati proses, pada 1991, Sumarwoto yang sudah berstatus komandan flight mendapat tawaran untuk bertugas di IPTN. Lewat Mabes TNI-AU, perusahaan BUMN yang bergerak di dunia penerbangan itu meminta bantuan agar dikirim pilot TNI untuk memegang pesawat kawal uji (chasser). \"Waktu itu, mabes mencari orang fighter yang paling pas. Ya sudah, saya akhirnya masuk,\" ungkapnya.

Saat itu Sumarwoto belum menjadi seorang test pilot. Untuk menjadi pilot uji, seseorang perlu tahapan khusus. Sebab, bukan hanya kemampuan terbang prima yang dibutuhkan, tapi kemampuan analisis terhadap problem-problem pesawat juga harus dimiliki. \"

 Dia baru resmi menjadi test pilot setelah lulus dalam pendidikan selama delapan bulan di National Test Pilot School (NTPS), California. Sampai kemudian, dia dipercaya sebagai test pilot untuk N-250 ketika first flight.

 \"Saat itu, terus terang, rasanya bangga sekali, ibaratnya nggak makan sehari nggak apa-apa asal bisa menerbangkan pesawat kebanggaan Indonesia tersebut,\" kata Sumarwoto.\"

 Dia merasa bersyukur atas apa yang didapatnya selama ini. Apalagi jika mengingat nasib tragis yang menimpa rekannya, Capt Erwin. Test pilot lulusan Stuttgart, Jerman, tersebut mengalami kecelakaan saat menjalankan tugas. Pesawat CN-235 yang sedang dia tes jatuh di Lapangan Gorda, Serang, Jawa Barat. Saat itu dia sedang melakukan uji dropping barang.

Tags :
Kategori :

Terkait