Kenangan Capt Sumarwoto Menjadi Test Pilot dalam First Flight N250
Pesawat N250 bikinan Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) punya arti tersendiri bagi Sumarwoto. Sebab, dialah test pilot yang menerbangkan perdana pesawat karya anak bangsa tersebut. Sayangnya, pesawat itu kini tinggal kenangan karena Indonesia tidak mampu memproduksinya.
DIAN WAHYUDI, Jakarta
KETEGANGAN mulai terasa ketika mesin Allison N250 dan baling-baling di kedua sayap pesawat menderu kencang. Bukan hanya tim penerbangan perdana di sekitar landasan pacu Lanud Husein Sastranegara, Bandung, yang waswas. Tapi, Presiden Soeharto bersama Ibu Tien serta para undangan juga ikut gelisah.
Kekhawatiran N250 gagal terbang memuncak ketika dua pesawat perintis, CN235 dan Sokogaleb, lepas landas lebih dulu. Seiring dengan itu, roda N250 mulai bergerak pelan menuju runway. Sejumlah mobil pemadam kebakaran berjaga di sekitar landasan pacu.
Semua mata tertuju pada pesawat tercanggih di kelasnya saat itu yang mulai menyusuri landasan tersebut. Dirut IPTN B.J. Habibie, yang sejak awal kedatangan presiden ke-2 RI di lokasi aktif memberikan sejumlah penjelasan mengenai N250 dan first flight yang akan dilaksanakan, juga tampak terdiam dan fokus. Orang paling berpengaruh dalam pembuatan N250 itu berdiri tepat di samping kanan Soeharto.
Setelah sampai di ujung landasan dan berputar 180 derajat, pesawat mengambil posisi take-off. Roda pesawat kemudian mulai bergerak. Semakin lama semakin kencang. Akhirnya, pesawat dengan berat kosong 13.660 kg itu benar-benar terbang. Sontak, tepuk tangan dan sorak gembira menyertai penerbangan perdana pesawat kebanggaan tersebut.
Wajah para anggota tim terlihat begitu lega. Sementara itu, di tower pemantau, Soeharto menyalami B.J. Habibie dan memeluknya. Begitu pula Ibu Tien dan Ainun Habibie.\"
\"Kami yang di dalam kokpit (pesawat) biasa saja waktu itu, seperti terbang biasa. Meski itu penerbangan perdana N250, kami sangat percaya diri pesawat akan terbang dengan baik,\" kata Capt Sumarwoto saat ditemui di tempat tinggalnya, kawasan Cibubur, Jakarta Timur, dua pekan lalu (17/11).
Kepercayaan diri itu bukan tanpa alasan. Sebab, Sumarwoto bersama temannya, Capt Erwin Danuwinata (alm) yang bertindak sebagai test pilot, terlibat dalam proyek prestisius itu sejak awal 1990-an. Yakni, sejak \"nyawa\" N250 kali pertama disimulasikan di-in-flight simulator di Calspan, perusahaan swasta di Amerika Serikat yang memiliki fasilitas simulasi kelayakan rancangan sebuah pesawat lewat rekayasa komputer.\"
Dalam tahap itu, peran test pilot menjadi sangat sentral. Dari data di Calspan, sejumlah kelemahan rancangan awal sebuah pesawat bisa diketahui untuk kemudian diperbaiki. Tidak hanya sekali \"nyawa\" N250 harus masuk ke Calspan sebelum akhirnya dinyatakan layak diproduksi.
\"Waktu itu, saya jadi tahu bahwa engineer kita itu luar biasa, pinter-pinter. Pesawat N250 itu bagus lho,\" tegas pria kelahiran Jogjakarta, 12 Desember 1950, itu.\"
Tidak cukup di situ, Sumarwoto dan Erwin juga sempat dikirim ke AS untuk menguji dua pesawat yang mirip dengan rancangan N250. Yaitu, pesawat ATR72 buatan Prancis yang memiliki kemiripan bentuk dan pesawat SAAB2000 buatan Swedia yang memiliki kemiripan pemakaian mesin.