Pengusaha Bauksit Butuh Insentif

Senin 16-02-2015,00:00 WIB

JAKARTA-Kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian hasil tambang (smelter) bagi pengusaha bauksit dan bijih besi masih tertatih. Sampai Oktober 2014, realisasi investasinya baru USD 5 miliar atau 28,5 persen. Padahal, total rencana investasi pembangunan smelter mencapai USD 17,5 miliar. Ujung-ujungnya, pendapatan negara berpotensi hilang Rp 18 triliun per tahun.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) Erry Sofyan mengatakan, saat ini banyak perusahaan tambang mineral yang terancam bangkrut. Menurutnya, Permen ESDM 1/2014 yang melarang komoditas seperti bauksit olahan untuk diekspor sebelum diolah di smelter, membuat pengusaha kesulitan.

\"Komoditas ini masih butuh kelonggaran dalam kurun waktu tertentu,\" ujarnya. Apalagi, pembangunan smelter sampai saat ini belum banyak mengalami perkembangan signifikan. Rendahnya realisasi investasi disebutnya tidak sejalan dengan harapan bahwa smelter  bisa memberi nilai tambah pendapatan negara.

Keluhan lainnya, permintaan pemerintah agar perusahaan membangun smelter tidak didukung dengan pemberian infrastruktur memadai. Seperti kebutuhan energi untuk mempercepat realisasi pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian itu. \"Tetap ada yang berusaha membangun meski keadaannya sulit,\" tuturnya.

Direktur Utama PT Harita Prima Abadi Mineral itu menambahkan, pembangunan smelter perlu uang yang tidak sedikit. Kalau pemerintah tidak bisa memberikan infrastruktur yang memadai, harusnya memberi insentif fiskal maupun non fiskal. Terutama, bagi perusahaan yang serius membangun. \"Termasuk memberikan kesempatan ekspor. Jadi, perusahaan masih bisa mendapat cash flow untuk membangun smelter,\" ungkapnya.

Dia berharap pemerintah bisa adil dalam menerapkan aturan. Erry melihat, pemerintah masih pilih kasih terutama kepada PT Freeport Indonesia maupun PT Newmont Nusa Tenggara. Dua perusahaan itu masih diperkenankan mengekspor konsentrat. Tapi, tidak untuk perusahaan nasional termasuk Antam yang dilarang ekspor produk olahan.

\"PT Freeport Indonesia sudah mendapat perpanjangan izin ekspor meski belum ada kejelasan membangun smelter,\" keluhnya. Fakta seperti itu yang membuat keberadaan Permen itu serasa tidak adil. Jadinya, aturan malah menghambat potensi ekspor bauksit olahan  yang kadarnya setara konsentrat Freeport.

Selain itu, pasar bauksit olahan juga masih terbuka. Dia berharap pemerintah bisa mencari solusi supaya proses hilirisasi berjalan dengan baik. Salah satu usulannya adalah, segera membuat kebijakan di bidang mineral dan roadmap hilirisasinya. \"Supaya jelas mineral apa saja yang harus diolah dan dimurnikan di dalam negeri,\" tegasnya.

(dim/tia)

 

 

Tags :
Kategori :

Terkait