JAKARTA- Sepanjang tahun 2015, kondisi perekonomian global terus mengalami perlambatan. Hal tersebut berimbas pada perekonomian Indonesia. Akibatnya, sejumlah target indikator ekonomi makro tahun ini, meleset. Salah satunya, pertumbuhan ekonomi yang dipatok di level 5,7 persen pada APBN-P 2015, diprediksi hanya mencapai 4,73 persen.
Menkeu Bambang Brodjonegoro menuturkan, perkiraan tersebut didasarkan pada realisasi pertumbuhan ekonomi hingga triwulan III tahun ini, yang hanya berada di angka 4,71 persen. \"Tapi kita perkirakan pertumbuhan di triwulan terakhir ini relatif lebih baik daripada triwulan sebelumnya,\"paparnya di Jakarta, kemarin (3/1).
Mantan Wamenkeu tersebut melanjutkan, pada semester II ini, pemerintah berhasil melakukan percepatan belanja pemerintah. Belanja pemerintah tersebut terutama dialokasikan pada sektor produktif, khususnya infrastruktur dan program kesejahteraan sosial. Selain itu, pemerintah juga melakukan upaya untuk meningkatkan daya beli masyarakat. \"Pertumbuhan konsumsi ini ditopang beberapa kebijakan seperti peningkatan penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dan penguatan jaring pengaman sosial. Hal ini mampu menjaga tingkat konsumsi rumah tangga,\"lanjutnya.
Terkait percepatan belanja pemerintah, Bambang menguraikan, hingga 31 Desember 2015, realisasi belanja negara telah mencapai Rp 1810 triliun atau 91,2 persen dari pagu dalam APBN-P 2015 sebesar Rp 1984,1 triliun. Realisasi belanja pemerintah tersebut hampir sesuai dengan target belanja yang ditetapkan, yakni 92 persen dari pagu anggaran.
\"Secara keseluruhan, realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 1187,1 triliun atau 90 persen dari target. Sementara realisasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 623 triliun atau 93,7 persen dari pagu anggarannya. Program dana desa ini sangat penting untuk mendorong aktivitas ekonomi di daerah dan mendukung pemerataan,\"urainya.
Mantan Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu mengakui, yang paling terdampak dengan kondisi perlambatan ekonomi adalah penerimaan negara. Dalam APBN-P 2015, pemerintah mematok target yang cukup fantastis, yakni sebesar Rp 1761,6 triliun. Dari jumlah tersebut, target penerimaan pajak yang diharapkan adalah sebesar Rp 1294 triliun. Namun, hingga akhir tahun, pemerintah hanya berhasil mengumpulkan penerimaan negara sebesar Rp 1491,5 triliun atau 84,7 persen dari target. Dari jumlah tersebut, realisasi penerimaan pajak hanya tercapai Rp 1.235,8 triliun atau 83,0 persen dari target.
\"Melambatnya pertumbuhan ekonomi di tahun 2015 ini, telah berdampak pada penerimaan perpajakan, terutama pada sektor industri pengolahan dan sektor pertambangan,\"paparnya.
Di samping itu, kata Bambang, realisasi penerimaan perpajakan juga dipengaruhi oleh melemahnya impor dan anjloknya harga-harga komoditas. Khususnya, komoditas yang menjadi andalan ekspor utama Indonesia, yakni Crude Palm Oil (CPO) dan komoditas pertambangan. Meski begitu, dia menuturkan, penerimaan pajak dari sektor Pajak Penghasilan (PPh) non migas justru mencatat peningkatan. Dibandingkan tahun lalu, pendapatan pajak dari sektor tersebut mengalami kenaikan 19 persen atau Rp 547,5 triliun. \"Jadi secara keseluruhan realisasi pajak non migas mencapai Rp 1.005,7 triliun atau tumbuh 12 persen,\"katanya.