381 Warga Terlibat Ormas Terlarang

Kamis 14-01-2016,00:00 WIB

 

Jangan sampai memilih guru agama yang ternyata rujukan ilmu dia ke orang-orang yang menyimpang. Maka otomatis ajaran dari guru agama itu ikut-ikutan menyimpang pula. Dia mengatakan ahli agama seperti di sekolah, perguruan tinggi, hingga pesantren dan komuntias pengajian banyak yang menyampaikan ilmu agama Islam dengan baik dan benar.

 

Dosen Sosiologi Agama UIN Sunan Kalijaga Jogjakarta Al-Makin menuturkan kelompok Gafatar itu termasuk dalam New Religion Movement (NRM). Secara khusus dia menulis buku yang berisi 600 jenis NRM di penjuru Indonesia, termasuk aliran Musadeq. Buku ini dalam waktu dekat akan diterbitkan di Leiden, Belanda.

 

Dia menuturkan Gafatar itu adalah jenis NRM yang masuk kelompok revitalisasi. Jadi gerakannya ingin mengubah dunia. Bagi kelompok ini dunia beserta agama sudah rusak. ’’Keberadan mereka harus menjadi introspeksi kita,’’ kata dia. Bagaimana upaya dakwah para pemuka agama, sehingga banyak umat yang memilih bergabung dengan Gafatar.

 

Menurutnya mengatasi gerakan Gafatar dan semacamnya itu tidak bisa dilakukan dengan pendekatan teologi dan keamanan. Dia mengatakan menyerukan dalil-dalil bahwa Gafatar itu sesat, murtad, dan kafir tidak akan efektif. Sebab bagi pengikutnya, mereka itu merasa tidak disesatkan. Justru mereka merasa dibawa ke jalan yang benar.

 

Contoh kasus pada penangkapan sejumlah pengurus Gafatar di Nangroe Aceh Darussalam (NAD) awal Januari 2015 lalu. Ketika diperiksa di kantor polisi sampai divonis hukuman penjara karena delik penistaan agama, mereka tidak menunjukkan penyesalan karena telah disesatkan.

 

Menurut Makin secara alamiah manusia itu akan memilih agama atau kepercayaan yang menurutnya benar. Untuk itu peran penyuluh agama harus dioptimalkan supaya aliran-aliran yang dikatakan menyimpang tidak berkembang di Indonesia.

 

Kepada aparat penegak hukum, penulis buku ’’Bunuh Sang Nabi’’ itu berharap supaya tidak sebatas membasmi atau menindak kelompok Gafatar dengan pasal penistaan agama. Menurutnya undang-undang terbitan tahun 1965 tentang penistaan agama itu sudah waktunya diperbaharui.

 

’’Polisi harus menemukan pasal-pasal pidana riil yang mbejaji (berbobot, red). Bukan sebatas pasal penistaan agama,’’ katanya. Dalam kasus Gafatar ini dia mengatakan polisi harusnya bermain di pidana umum seperti penipuan, penculikan, penggelapan, dan sejenisnya.

Tags :
Kategori :

Terkait